REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pemerintah Irak, kemarin, meminta Turki menghentikan pengiriman ilegal minyak mentah dari wilayah semi-otonomi Kurdistan, Irak. Mereka juga memperingatkan bahwa pengiriman ilegal itu akan berdampak negatif pada hubungan kedua negara.
"Turki harus menghentikan ekspor minyak secara tidak sah melalui wilayahnya," kata Juru Bicara pemerintah Ali Ad-Dabbagh di dalam pernyataan disiarkan di jejaringnya, seperti dilansir Xinhua dan dipantau Antara, Senin (16/7).
"Ekspor minyak dari wilayah Kurdistan ke Turki tidak sah dan gelap sebab minyak dan gas itu adalah milik seluruh warga Irak dan harus diekspor dan tempatnya harus melalui pemerintah federal, yang mewakili semua orang Irak," Ad-Dabbagh. Dikatakannya, Turki memiliki andil dalam penyelundupan minyak Irak dan menempatkan negaranya pada posisi yang tak diharapkan sebagai negara tetangga yang bersahabat.
Sebelumnya, para pejabat Kurdi menyatakan, wilayah mereka mengirim sejumlah minyak mentah yang diproduksi di Kurdistan ke Turki. Mereka bertekad akan melanjutkan ekspor minyak selama pemerintah pusat di Baghdad tak menyediakan produk minyak untuk wilayah itu.
Namun, tuduhan pejabat Kurdi tersebut dibantah oleh Kementerian Perminyakan Irak, yang mengatakan, "Tidak meninggalkan kebijakannya dalam pembagian adil produk minyak Irak, tanpa kecuali, sesuai dengan prosentase penduduk, termasuk wilayah Kurdi."
Masalah ini merupakan bagian dari perselisihan lama antara Baghdad dan Arbil, Ibu Kota Wilayah Kurdistan. Pertengkaran tersebut telah lama berpusat pada hak untuk mengeksploitasi ladang minyak di wilayah semi-otonomi itu. Sementara Baghdad menegaskan, kesepakatan dengan perusahaan minyak asing tidak sah, sebab semuanya harus dicapai oleh pemerintah federal.
Wilayah Kurdistan telah menawarkan kontrak pembagian produksi, yang lebih menarik bagi perusahaan minyak asing ketimbang kontrak yang ditandatangani sebelumnya oleh pemerintah Irak di Baghdad. Sementara itu, penyusunan rancangan hukum-minyak di negeri tersebut oleh parlemen Irak telah macet selama bertahun-tahun akibat perbedaan besar di kalangan faksi politik mengenai pembagian hasil penjualan minyak mentah Irak.