Selasa 17 Jul 2012 02:00 WIB

Kisah Ikhwanul Muslimin (III) Konstitusi Baru

Rep: harun husein/ Red: M Irwan Ariefyanto
Ikhwanul Muslimin
Foto: .
Ikhwanul Muslimin

REPUBLIKA.CO.ID,Keempat, konspirasi itu semakin terang benderang, ketika pada 18 Juni-atau sehari setelah pelaksaan pilpres putaran kedua-- SCAF mengumumkan Deklarasi Konstitusi Baru yang mempreteli sejumlah kewenangan presiden. Antara lain, melucuti kewenangan presiden sebagai pemimpin tertinggi militer dan kepolisian. Kekuasaan atas militer tetap berada di tangan SCAF.

Lewat deklarasi itu, posisi petinggi MK juga diamankan. Kewenangan presiden menunjuk ketua MK dihapuskan. Sebelum presiden ba ru dilantik, SCAF memfasilitasi pemilihan ketua MK lewat majelis hakim agung. Yang terpilih adalah Maher el-Beheiry, yang mulai menjalankan tugasnya pada 1 Juli, hampir bersamaan dengan permulaan masa tugas presiden baru.

Di deklarasi itu dibuat klausul yang menyatakan SCAF tetap memegang kekuasaan parle men. Bahkan, memungkinkan SCAF lebih lama lagi menggenggam kekuasaan parlemen. Sebab, parlemen baru harus dipilih sebulan setelah adanya konstitusi baru. Sementara, konstitusi baru itu harus dibuat oleh Majelis Konstitusi -yang bisa diganti di tengah jalan oleh SCAF-- dan harus pula disetujui referendum.

Langkah militer membubarkan parlemen dan memreteli kekuasaan presiden ini, kemudian membuat massa kembali turun ke jalanjalan untuk menyuarakan protes, termasuk berkumpul ke Tahrir Square. Namun, Ikhwanul Muslimin memilih tak bereaksi berlebihan. Kendati tak setuju dengan pembubaran parlemen, para tokoh Ikhwan menyatakan menghormati hukum. Bahkan, saat kekuasaan presiden dilucuti, Muhammad Mursi berkata kepada Aljazeera, “Saya cinta militer.”

Kelima, KPU menunda pengumuman hasil pilpres putaran kedua. Seharusnya, pengumuman dilakukan 20 Juni. Tapi, KPU menunda dengan alasan untuk memeriksa komplain para kandidat. Saat itu, muncul spekulasi bahwa militer akan mensabotase hasil pilpres yang memenangkan Mursi. Hitung cepat dan penghitungan paralel sejumlah lembaga rata-rata memenangkan Mursi dengan 52 persen dan Shafiq 48 persen.

Sampai di sini, massa kembali turun ke jalan. Bahkan, ribuan orang bahkan sampai ber kemah di Tahrir Square, seolah mempersiapkan diri untuk mencetuskan revolusi jilid kedua.

Tapi, ketegangan tersebut berakhir antikli maks, ketika pada 24 Juni, Ketua KPU, Faruq Sultan, menyatakan komplain terhadap hasil pemilu di 400-an TPS, tidak mengubah hasil pemilu. Sehingga, Faruq Sultan pun akhirnya mengumumkan Muhammad Mursi sebagai pemenang pilpres putaran kedua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement