REPUBLIKA.CO.ID,Musim semi Arab (Arab Spring), menjadi berkah bagi harakah Ikhwanul Muslimin. Betapa tidak, pemilu yang digelar pascarevolusi penumbangan para autokrat, memberi membuat larangan kepada partai partai yang berafiliasi dan terinsprasi pada Ikhwanul Muslimin dicabut. Mereka pun ikut pemilu dan menang. Dan, kemenangan itu bukan hanya di lembaga legislatif, tapi juga eksekutif. Itulah yang terlihat di Mesir, Tunisia, Maroko.
Di Mesir, lewat pemilu paling be bas dan demokratis sepanjang sejarah negeri itu, sayap politik Ikhwanul Muslimin memenangkan pemilu presiden dan pemilu parlemen-baik pemilu majelis rendah (majlis al sha’ab) maupun majelis tinggi (majlis alshura). Presiden Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, terpilih menjadi presiden sipil pertama di republik Arab Mesir.
Sebelumnya, di Tunisia, Partai Ennahda-yang menurut pendirinya, Rachid Ghannouchi terinspirasi Ikhwanul Muslimin-- juga memenangkan pemilu legislatif yang digelar pada 23 Oktober 2011 lalu. Partai Ennahda atau Hizb al-Nahdhah yang berarti kebangkitan atau renaisans, ini, meraih 41 persen kursi parlemen. Dan sekretaris jenderal partai itu, Hamad Jebali, menjadi perdana menteri. Padahal, sebelum Arab Spring, Ennah dah merupakan partai terlarang, dan tokoh-tokohnya dipenjarakan.
Di Maroko, Partai Keadilan dan Pembangunan (Hizb al-‘Adala wa al- Tanmiya)--yang terinspirasi pada Ikhwanul Muslimin-- juga meraih kemenangan dalam pemilu parlemen yang digelar 25 November 2011. Partai ini meraih 107 kursi atau 27 persen dari total 395 kursi parlemen. Dan, seperti di Tunisia dan Mesir, pemimpin partai ini, Abdelilah Benkirane, akhirnya terpilih menjadi perdana menteri.
Berbilang dekade sebelum partaipartai yang memiliki hubungan de ngan Ikhwanul Muslimin di Turki tersebut memenangkan pemilu, Turki telah memulainya. Sejak era Partai Refah yang dipimpin oleh Necmetin Erbakan, dilanjutkan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan. Selain meraih banyak kursi di parlemen, Erbakan dan Erdogan juga menjadi perdana menteri.
Hamas di Palestina juga sebelumnya memenangkan pemilu parlemen pada 25 Januari 2006 lalu, dengan meraih suara sebanyak 44,4 persen yang dikonversi menjadi 75 kursi. Hamas yang didirikan Syeikh Ahmad Yasin, yang juga tokoh Ikhwanul Muslimin Palestina, ini, mengalahkan Fatah yang meraih 41,4 persen suara atau 45 kursi. Tapi, hasil pemilu ini kemudian diberangus atas dukungan Barat.