Selasa 17 Jul 2012 19:23 WIB

Lemparan Tomat dan Sepatu Bagi Hillary

Rep: bambang noroyono, stevie maradona/ Red: M Irwan Ariefyanto
Hill
Foto: ap
Hill

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Bukannya sambutan, malah sambitan. Itulah yang didapat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton saat kunjungan resminya ke kota Alexandria, Mesir, Ahad (15/7) lalu. Sejumlah pengunjuk rasa di Kota Alexandria yang kesal melihat Hillary dan simbol Pemerintah AS, menghujani konvoi pejabat itu dengan tomat, botol minuman, dan sepatu. Ahad (15/7), Hillary baru saja usai membuka kantor Konsul AS yang baru di kota tepi pantai laut tengah tersebut.

Hillary memang aman karena berada di dalam mobil lapis baja, tetapi tidak bagi sejumlah pejabat Mesir yang melintas tanpa perlindungan. Sebuah tomat mendarat tepat di wajah seorang pejabat Mesir yang berada di dekat konvoi mobil Hillary. Sementara, hujan sepatu dan botol kemasan air minum nyaris mengenai mobil lapis baja Hillary. Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengonfirmasi, baik bosnya (Hillary) maupun kendaraannya bersih dari serbuan tomat, sepatu, dan botol minum.

Warga yang kesal karena Hillary tetap lolos dari serbuan tak hilang akal. Mereka membawa poster wajah Hillary dan melemparnya dengan sepatu pantofel warna cokelat. Mereka juga berteriak-teriak, entah terdengar atau tidak oleh si sasaran. Salah satu teriakan yang paling kencang justru bukan soal politik mau pun figur Hillary, melainkan skandal seks suaminya, mantan presiden Bill Clinton, dengan pegawai magang Gedung Putih Monica Lewinsky yang sempat menghebohkan publik AS. “Monica ... Monica ... Monica ... Monica ...,” teriak warga saat mobil Hillary lewat, seperti dikutip dari Aljazirah dan BBC.

Warga juga membawa puluhan poster yang berisi protes dan kecaman. Salah satunya bergambar wajah Clinton dicoret dengan tanda ‘X’ merah. Kemudian, ada yang bertuliskan, ‘Mesir tidak akan menjadi Pakistan’, ‘Di Mesir, rakyatlah yang punya kuasa bukan Pemerintah AS’, ‘Clinton, Anda tidak diterima di sini’.

Hubungan Mesir dengan AS pascajatuhnya rezim Husni Mubarak tahun lalu memang memanas. Hubungan politik kedua negara tampaknya kembali ke era sebelum presiden Mesir Anwar Sadat memerintah. Ketika itu, misalnya, presiden Mesir Gamal Abdul Nasser memilih menjaga jarak dengan AS lewat kelompok Non-Bloknya.

Baru pada rezim Sadat, Mesir mendekat ke AS. Salah satunya dengan mengusir pejabat militer Soviet. Aksi ini di balas manis oleh presiden AS ketika itu, Richard Nixon, dengan memberi Mesir utang sebesar 250 juta dolar AS. Mesir-AS makin mesra lewat perjanjian Camp David antara Israel-AS-Mesir. Hubungan ini berlanjut ke era Mubarak, yang membuat Mesir dikondisikan menjadi sekutu AS yang moderat.

Beberapakali Mesir malah terlihat nyata mendukung AS, seperti lebih memihak Faksi Fatah atas Hamas dalam soal pemerintahan Palestina. Kini, AS mendapat tuduhan baru ingin mendongkel kekuasaan Ikhwanul Muslimin, organisasi di belakang partai pemenang pemilu Mesir. Kedatangan Hillary adalah untuk ‘menjernihkan’ segala tuduhan itu.

Dari Kairo, Hillary terbang ke Israel untuk bertemu para pemimpin negara itu. Israel sebelumnya menunjukkan kekhawatirannya terhadap pemerintahan transisi yang memberikan kursi kepresidenan kepada kubu Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi.

Dalam jumpa persnya, Presiden Israel Shimon Peres mengatakan, pertemuan tingkat tinggi tersebut akan membahas beberapa permasalahan, di antaranya Mesir, Iran, dan politik regional yang melibatkan Israel sebagai sekutu paling ‘kental’ bagi Gedung Putih tersebut. “Israel sangat tertarik untuk menjaga perdamaian dengan bangsa Mesir,” kata Peres.

Hillary yang sehari sebelumnya berada di Mesir kembali memastikan hubungan AS dan Mesir. Dia mengatakan kepada pemimpin Israel bahwa Kairo telah meyakinkan dirinya untuk tetap mendukung pemberlakuan pakta damai Mesir dan Israel. Dia meyakini tidak terdapat upaya yang bisa membuat Mesir keluar dari jalur perdamaian dan jalur demokrasi, jalur yang diperjuangkan rakyat Mesir untuk menggulingkan rezim sebelumnya.

Dalam pertemuannya kali ini dengan petinggi Israel, istri mantan presiden Bill Clinton ini mengatakan, peluang terus terbuka untuk saling memajukan perdamaian dan keamanan bersama bagi kawasan. “Ini adalah saat-saat yang penuh ketidakpastian, tetapi juga pasti terdapat kesempatan,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement