REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Pramoni Anung menegaskan agar pemerintah Republik Indonesia memberikan nota diplomatik atau teguran yang keras terhadap aksi pembunuhan penduduk muslim Rohingya di Myanmar.
"Diplomasi Internasional Indonesia sering kali terlambat dan menunjukkan ketidaktegasan. Padahal, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar dan negara muslim terbesar," kata Pramono Anung di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Pramono, aksi pembunuhan terhadap penduduk muslim yang minoritas Rohingya di Myanmar oleh kelompok mayoritas di negara tersebut, bukan lagi persoalan muslim non-muslim, tapi menyangkut persoalan bagaimana sikap pembelaaan Indonesia terhadap kelompok minoritas yang diganggu oleh kelompok mayoritas, yang sudah ternasuk pelanggaran HAM.
"Kita punya pengalaman di Indonesia, jika ada satu orang WNA (warga negara asing) apalagi warga negara Amerika Serikat, maka akan ada nota diplomatik yang keras dari pemerintah Amerika Serikat," katanya.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia juga harus melakukan hal yang sama di dunia internasional maupun terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.
Nota diplomatik itu, kata dia, harus jelas pesannya, karena nota diplomatik yang disampaikan pemerintah Indonesia untuk persoalan tertentu sering masih abu-abu.