Kamis 26 Jul 2012 01:26 WIB

Suu Kyi Tuntut Perlindungan Etnis Minoritas Myanmar

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Anggota Parlemen Myanmar dari kubu oposisi, Aung San Suu Kyi, menuntut pemerintah untuk melindungi hak-hak dasar etnis minoritas di negaranya. Perlindungan itu, kata dia harus tercatat dalam bentuk undang-undang kenegaraan.

Tokoh dan Pemimpin Liga Nasional Demokrasi Myanmar ini menyatakan perlunya perlindungan tersebut. Bukan hanya sekedar untuk melindungi bahasa dan budaya etnis itu, tetapi kata dia, lebih untuk untuk mengakhiri tindakan diskriminatif penguasa terhadap etnis minoritas yang masih berlangsung di negara junta militer itu.

Semangat negara demokratis lantang dia, adalah semangat kebersatuan, memiliki hak dan kesempatan yang sama, serta saling mendukung dan menghormati. "Saya mendorong semua anggota parlemen untuk membahas perlunya hukum dan peraturan negara untuk melindungi persamaan hak bagi seluruh etnis," kata Suu Kyi, di hadapan sidang parlemen, Rabu (25/7) seperti dilansir Aljazeera dan BBC.

Pidato pertamanya sejak duduk di parlemen tersebut, juga menyinggung tentang kemiskinan yang kian kronik akibat prilaku diskriminatif terhadap etnis yang marjinal itu. Dia mencontohkan, kemiskinan melonjak di negara-negara bagian yang dijejali dengan etnis dan agama tertentu, seperti di Negara Bagian Chin, Kachin, Shan, dan Negara Bagian Rakhine.

Sebelumnya, kekerasan  komunal telah terjadi di bagian barat Myanmar. Kekerasan itu berujung pada konflik agama yang melibatkan atnis Buddha Rakhine, dan Muslim Rohingya, dan sedikitnya 78 orang dikabarkan tewas.

Atas tragedi itu, Presiden Myanmar Thein Sen mengancam akan mengusir 800 ribu etnis Muslim Rohingya dari Myanmar. Sebab, menurut dia, etnis tersebut bukanlah merupakan warganegara resmi bagi Myanmar, alias pendatang ilegal. Kata dia tidak ada pilihan lain selain melakukan hal itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement