Rabu 01 Aug 2012 16:21 WIB

17 Tentara Sudan Tewas di Tangan Pemberontak

Rep: Antara/AFP/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM - Pemberontak di negara bagian Kordofan Selatan, Sudan, Selasa (31/7) mengatakan 17 tentara pemerintah tewas dalam pertempuran terbaru, menjelang batas waktu PBB bagi Sudan dan Sudan Selatan menyetujui perdamaian.

Sudan menuduh pemberontak Gerakan Utara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM-N) mendukung Sudan Selatan, satu tuduhan yang menurut para pengamat adalah benar tetapi dibantah pemerintah di Juba (Sudan Selatan).

SPLM-N menuding enam warga sipil tewas dalm satu serangan terhadap desa-desa oleh asukan pemerintah Khartoum Ahad sebelum pemberontak bertempur melawan tentara, yang menewaskan 17 serdadu.

Aksi kekerasan itu terjadi di distrik Al-bbasiya, Kordofan Selatan, di bagian timur laut Sudan, kata satu pernyataan SPLM-N. Juru bicara militer Sudan tidak dapat dihubungi untuk diminta komentar. Akses ke Kordofan Selatan sangat sulit, yang mmbuat verifikasi yang independen atas klaim itu sulit.

Sekitar 200 ribu pengungsi meninggalkan negara-negara bagian Kordofan Selatan dan Blue Nile sejak pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak yang dimulai Juni tahun lalu, kata PBB.

Pemberontak minoritas etnik dari SPLM-N yang berperang membantu pemberontak Selatan dalam perang saudara 22 tahun, yang berakhir tahun 2005 melalui satu perjanjian perdamaian dan kemerdekaan Sudan Selatan Juli tahun lalu.

Masalah-masalah krisis belum terselesaikan akibat pemisahan diri Sudan Selatan itu, dan ketegangan antara kedua pihak meningkat menjadi perang Maret-April di perbatasan mereka.

Dewan Keamanan PBB memerintahkan gencatan senjata seauai dengan resolusi Mei yang memberikan Sudan dan Sudan Selatan sampai Kamis ini untuk menyelesaikan sengketa-sengeta mereka. PBB juga mengemukakan kedua pihak agar menghentikan dukungan kepada kelompok pemberontak di negara-negara mereka masing-masing.

Perundingan perdamaian yang ditengahi Uni Afrika diselenggarakan di Addis Ababa, ibu kota Ethiopia, tetapi tidak ada kesepakatan luas diperkirakan tercapai pada batas waktu itu yang membuat kedua negara itu terbuka bagi kemungkinan pengenaan sanksi-sanksi.

Setelah seruan Amerika Serikat bagi kedua pihak untuk bertindak sebelum batas waktu itu, dubes Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant mendesak Presiden Sudan Omar al-Bashir dan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir menunjukkan "kenegarawanan" mereka yang diperlukan untuk mengatasi perselisihan mereka.

Bashir tidak dapat menghadiri satu KTT dengan Kiir pekan ini karena satu kunjungan yang telah direncanakan ke Qatar, tetapi Sudan "pada prinsipnya setuju" penyelenggaraan satu KTT kemudian, kata para pejabat Sudan dalam satu pernyataan di kantor berita pemerinth SUNA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement