Kamis 02 Aug 2012 12:58 WIB

Muslim-Kristen AS Desak Penghapusan Konten Film Dewasa di Hotel

Rep: Agung Sasongko/ Red: Djibril Muhammad
Stop pornografi, ilustrasi
Foto: yigidrip.wordpress.com
Stop pornografi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Komunitas Muslim dan Kristen AS tak berhenti bekerja sama menekan pemilik hotel untuk tidak memberikan layanan film porno. Keduanya sepakat, meniadakan layanan itu guna menghormati martabat manusia dan kesejahteraan umum.

Dalam surat bersama yang dikirimkan kepada CEO Hilton, Hyatt, Marriot, Choice dan Starwood Hotels, komunitas Muslim dan Kristen AS mendesak larangan hiburan dewasa di hotel sebagai komitmen yang mendesak untuk dipenuhi.

Direktur Program Madison James, Robert George mengatakan daripada mengajak ribuan orang untuk melaksanakan protes dan demonstrasi serta ancaman boikot hotel, alangkah lebih baik para CEO untuk mempertimbangkan hati nurani. "Mari kita kembali pada hati nurani," tulis dia seperti dikutip foxnews.com, Kamis (2/8).

Dr Suzy Ismail, dari Pusat Kehidupan Muslim, menilai sikap ini akan mendorong perbaikan moral meski akan berdampak pada keuntungan para pengelola hotel. "Saya tahu pengaruhnya sangat besar," kata dia.

Industri porno AS bernilai miliaran dollar yakni $ 12 miliar. Jumlahnya bahkan melebihi kombinasi pendapatan dari industri sepak bola, bisbol dan basket.

Steve Hirsch dari Vivid Entertainment, produsen terbesar pornografi, menilai menghalangi orang untuk tidak menyaksikan film porno tidak akan berhasil. "Saya melihat kelompok ini memproklamirkan sebagai polisi moral. Mereka mengajak, dan memberitahu anda apa tontonan yang terbaik bagi anda," kata dia.

Dari semua hotel yang dikirimkan surat, hanya Hotel Hilton dan Choice yang memberikan respon. Hilton menyatakan semua konten dewasa hanya dapat diakses apabila diinginkan. "Kami tidak begitu saja memberikan layanan itu. Ini dilakukan guna memastikan para tamu tidak secara sengaja menyaksikan program ini," kata dia.

Namun, George melihat pernyataan manajemen hotel bukanlah jawaban. Menurutnya, yang perlu diperhatikan ini adalah meski tidak secara langsung untuk menyaksikan konten dewasa, namun keberadaan layanan sudah memberikan kesempatan besar tamu hotel untuk menyaksikannya. "Salah bila itu disebut pilihan. Karena anda telah memberikan kesempatan," kata dia.

Ismail menilai saat ini segala bentuk perubahan ditentukan oleh pasar bukan moralitas. "Ada pandangan bahwa anda dapat berkata menolak atas apa yang keliru, atau anda diam saja. Ketika anda diam maka itu diartikan setuju," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement