REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rusia dan Iran Jumat menegaskan posisi utama mereka bahwa krisis Suriah harus diselesaikan tanpa intervensi asing.
Selama pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov dan timpalannya Wakil Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian, kedua pihak juga mendesak dihentikannya kekerasan dalam krisis yang melanda Suriah, kata Kementerian Luar Negeri Rusia.
"Kedua pihak menggarisbawahi perlunya untuk menghentikan pertumpahan darah dan kekerasan di negara itu, apa pun itu berasal darimana, tanpa penundaan untuk menyelesaikan masalah antar-Suriah dengan orang-orang Suriah sendiri tanpa keterlibatan luar," kata kementerian itu dalam satu pernyataan.
Kedua diplomat juga mendesak "upaya konsolidasi internasional" untuk penyelesaian secara damai krisis 17 bulan Suriah berdasarkan rencana perdamaian utusan khusus bersama antara PBB-Liga Arab Kofi Annan, dan kesepakatan Jenewa yang mempertimbangkan transisi yang dipimpin Suriah, kata kementerian itu.
Pertemuan itu diprakarsai oleh diplomat Iran, yang mengatakan bahwa Iran "mengecam intervensi asing" dalam krisis Suriah. "Kami percaya situasi di Suriah tidak dapat diselesaikan dengan cara militer. Penyelesaian harus politik," kata Amir-Abdollahian.
Dia juga menyesalkan bahwa "beberapa negara" berusaha untuk merusak rencana perdamaian enam pasal Annan. Rencana Annan yang diterima secara luas menyerukan penarikan senjata berat dan pasukan Suriah dari daerah-daerah berpenduduk, menghentikan pertempuran harian untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dan pengobatan bagi korban terluka, dan pembicaraan antara pemerintah dan oposisi.
Annan, mengatakan di Jenewa pada Kamis bahwa ia kecewa atas kurangnya kemajuan dalam proses perdamaian Suriah, dan bahwa ia akan mundur setelah mandat saat ini berakhir pada 31 Agustus.
Rusia pada Jumat menyatakan "menyesal" atas pengunduran diri Annan dan mendesak bahwa seorang pengganti akan segera ditemukan