REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan apa yang terjadi di Myanmar saat ini merupakan konflik komunal horisontal etnis antara etnis Rohingnya yang merupakan minoritas Muslim dengan suku Rakhine yang beragama Budha (mayoritas). Akibat dari konflik tersebut, telah mengakibatkan terjadinya 77 orang korban jiwa dan 5.000 rumah rusak.
Presiden menilai, pemerintah Myanmar telah melakukan upaya dalam menangani kasus tersebut, meskipun belum optimal. Pemerintah Myanmar setelah terjadinya konflik, langsung membentuk komite investigasi, mereka juga mengundang PBB melalui UNHCR dan World Food Program.
Pemerintah Myanmar juga mengundang diplomat dan duta besar negara-negara Islam, seperti Pakistan, Indonesia, Arab Saudi, Kuwait untuk menyaksikan langsung yang terjadi di lapangan. Namun demikian, memang dirasakan adanya persepsi diskriminasi dalam menangani pengungsi etnis Rohingnya.
Meski etnis Rohingya yang berasal dari Bangladesh dan telah berada di sana selama empat generasi lebih, namun mereka belum diakui oleh Pemerintah Myanmar.
"Indonesia ingin dan berharap agar konflik komunal yang akibatkan permasalahan kemanusiaan etnis Rohingya benar-benar ditangani dan diselesaikan secara bijak, adil, tepat dan tuntas di bidang aspek kemanusiaan, Indonesia serukan agar perlindungan minoritas sungguh diberikan, dan pembangunan kampung yang rusak bisa dilakukan, saya garis bawahi ini karena kenyataan dalam kamp pengungsi adalah etnis Rohingya," katanya.