Ahad 05 Aug 2012 05:40 WIB

Dilarang Bantu Muslim Rohingya, Relawan Kecam Bangladesh

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Heri Ruslan
Pengungsi Muslim Rohingya.
Foto: AP
Pengungsi Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID,  DHAKA -- Relawan kemanusian yang tergabung dalam Medecins San Frontieres (MSF) kecewa dan mengecam larangan penghentian bantuan untuk pengungsi Muslim Rohingya. Sebab dampak kemanusian dari kebijakan pemerintah Bangladesh itu akan sangat menghancurkan.

Manager MSF untuk Bangladesh, Chris Lockyear mengaku terkejut dengan kebijakan tersebut. Kata dia, sekitar 100 ribu  pengungsi Rohingya, yang saat ini terkonsentrasi di Provinsi Bazar Cox, akan kehilangan akses pelayanan kesehatan.

Bukan itu saja, ancaman kematian dalam kemelaratan yang timbul akibat terhentinya pelayanan medis bagi pengungsi itu juga dikhawatirkan terjadi.

''Kami dipaksa untuk meninggalkan pasien kami, dan tidak memikirkan kehidupan mereka (pengungsi) yang terancam,'' kata Chris, ''Kami heran, dan meminta pemerintah (Bangladesh) mempertimbangkannya,'' sambung dia, seperti dilansir kantor berita AFP,  Ahad (5/8).

MSF adalah organisasi kemanusian yang terdiri dari sekelompok relawan medis. Kelompok ini telah melakukan aksi kemanusian di Bazar Cox sejak 1992 . Kelompok yang berbasis di Switzerland ini mencatat, 27 sampai 30 persen dari lima ribu etnis Rohingya yang tinggal di kamp Kutupalong Bazar Cox, adalah anak-anak kekurangan gizi.

''Konsekuensi dari keputusan ini akan berdampak buruk,'' ujar Chris. Sebelumnya tiga kelompok relawan kemanusian untuk Rohingya, antara lain, Medecins San Frontieres, Muslim Aid, dan Action Againts Hunger, diminta menghentikan aktivitas perbantuan untuk pengungsi Rohingya di Provinsi Bazar Cox.

Penghentian itu, menurut Bangladesh berdasar aturan dari Biro Urusan Organinasi Internasional Nonpemerintah (NGO). Bangladesh menuding kelompok relawan tersebut adalah ilegal. Alasan lain menurut pemerintah setempat, adanya layanan berupa kesehatan, logistik pangan, dan kebutuhan hidup lainnya  menjadi pemicu meningkatnya gelombang pengungsi di wilayah bagian tenggara negara tersebut.

Bahkan menurut Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina kegiatan perbantuan itu hanya merusak citra negaranya. Pasalnya kelompok-kelompok relawan itu telah membawa berita buruk bagi pemerintahannya tentang kondisi sulit yang dialami pengungsi Rohingya.

Di kesempatan lain, dalam wawancaranya kepada stasiun televisi Al-Jazeera, Hasina mengatakan aktivitas relawan tersebut, memicu gelombang pengungsian Rohingya di Bazar Cox, pintu gerbang perbatasan antara Bangladesh dan Myanmar.

''Kami tidak bisa lagi menerima lagi pengungsi,'' kata Hasina, beberapa waktu lalu.

Tercatat saat ini, tak kurang dari 300 ratus ribu pengungsi Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Provinsi Bazar Cox, Bangladesh. Badan PBB untuk pengungsian (UNHCR) juga mendirikan kamp pengungsian di dua titik, untuk menampung korban diskriminatif terhadap etnis Muslim Rohingya.

sumber : aljazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement