REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Utusan khusus PBB, Tomas Ojea Quintana, mengakhiri kunjungannya ke Myanmar, Sabtu (4/8). Ia mengatakan, demokratisasi Myanmar dihadapkan pada tantangan terbesar perlindungan hak asasi.
"Hak asasimanusia akan menjadi tantangan utama bagi transisi demokratisasi di Burma(Myanmar)," kata Quintana dalam konferensi pers di Bandara Internasional Yangon, sebagaimana dilaporkan AP (5/8).
Lebih lanjut, pelapor PBB itu meminta pemerintah Burma meninjau kembali UU Kewarganegaraan-nya, yang menolak kewarganegaraan kelompok minoritas Muslim Rohingya di Rakhine. Quintana mengakhiri penyelidikan enam harinya atas kekerasan sektarian di Negara Bagian Rakhineserta. Di sana terjadi pertempuran sengit antara tentara dan pemberontak dari etnis minoritas diNegara Bagian Kachin.
Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan, jumlah korban tewas telah mencapai lebih dari 90 orang, sementara 100 ribu orang lainnya mengungsi. Penyelidikan PBB dilakukan di tengah optimisme Barat terhadap reformasi politik dan ekonomi negara muda itu pascapemilu November 2010.
Sebelumya, kelompok HAM menuduh pasukan pemerintah berpartisipasi dalam pembunuhan dan pemerkosaan Rohingya atau setidaknya gagal menghentikan kekacauan. Tiga orang anggota staf lokal badan pengungsi PBB ditangkap di Rakhine karena diduga terlibatkonflik.
"Tuduhan terhadap mereka itu tidak berdasar," kata Quintana yang sempat mengunjungi ketiganya selama perjalanannya di Rakhine. Ia akan menyajikan temuannya pada Dewan Keamanan PBB.