REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menyusul pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal pengakuan status Muslim Rohingya sebagai pengungsi, Human Rights Working Group (HRWG) meminta pemerintah segera ambil langkah-langkah nyata. Direktur Eksekutif HRWG, Rafendi Djamin, mengusulkan agar pengungsi Rohingya di Indonesia tidak lagi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi (rudenim).
"Harus ada program dari pemerintah, di mana para pengungsi dapat terintegrasi denganmasyarakat," katanya kepada Republika, Ahad (5/8). Bahkan usul HRWG, para pengungsi Rohingya bisa memiliki hak ekonomi sosial, seperti kesempatan bekerja dan mengembangkan diri.
Program Manager HRWG, Ali Akbar Tanjung, menambahkan, program-program penanganan pengungsi oleh pemerintah Indonesia diharapkan bisa meringankan beban psikologis para pengungsi. Karena itu dia mengusulkan agar para pengungsi dipindah ke, misalnya, rumah-rumah singgal mili Kementerian Sosial. Selain lingkungan tempat tinggal, hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah, menurut Ali, adalah pendidikan anak-anak pengungsi tersebut.
Ia berharap penanganan pengungsi dapat dimaksimalkan melalui aturan yang jelas. "Sejauh ini, belum ada aturan mainnya." Menurut HRWG, sejauh ini penerimaan dan penanganan pengungsi Rohingya oleh Indonesia telah sesuai dengan konvensi tentang Pengungsi tahun 1951. Sekalipun Indonesia belum meratifikasi konvensi ini, namun Indonesia terikat pada prinsip-prinsip internasional yang tidak boleh membiarkan atau memulangkan (non-refoulment) mereka ke negara asalnya. Justru sebaliknya, Indonesia bersama UNHCR berkewajiban memberikan bantuan kemanusiaan termasuk mengakui mereka sebagai pengungsi.