REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Dunia internasional terus mengutuk serangan terhadap Muslim Rohingya. Parlemen Arab Saudi mengecam penindasan dan pembunuhan Muslim Rohingya dengan menyatakan hal tersebut adalah pembersihan etnis.
"Parlemen mengutuk pembersihan etnis Muslim Rohingya dan serangan brutal yang dialamatkan pada Muslim Rohingya. Begitu juga, pelanggaran HAM dengan memaksa Muslim Rohingya meninggalkan tempat tinggalnya," demikian seperti dikutip Saudi Press Agency, Selasa (7/8).
Ketua Parlemen Arab Saudi, Raja Abdullah, lantas mendesak komunitas internasional untuk bertindak, bertanggung jawab, dan melindungi keberadaan Muslim Rohingya. Menyikapi kekerasan tanpa henti yang menimpa Muslim Rohingya itu, sejumlah delegasi dari DPR dan organisasi masyarakat (ormas) segera berangkat ke Myanmar. Mereka mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan konflik yang merugikan Muslim Rohingya.
"Saat ini, mereka sedang mengurus visa untuk keberangkatan. Paling cepat, Kamis (9/8) berangkat," ujar anggota Komisi Hubungan Internasional DPR dari Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf, di Jakarta, Selasa.
Menurut Almuzzammil, ada usulan untuk menjadikan Jusuf Kalla sebagai mediator dalam konflik Muslim Rohingya. Usulan ini melihat kapasitas Kalla yang dinilai sukses mendamaikan konflik Aceh, Poso, dan Maluku. Pada 3 Agustus lalu, Kalla memang diminta menjadi pembicara dalam pertemuan yang digagas oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Di pertemuan itu, JK menyampaikan gagasan dan ide seputar penyelesaian konflik yang diwarnai pembantaian etnis Muslim Rohingya di Myanmar. Jusuf Kalla menyatakan, penyelesaian kasus Rohingya hendaknya menekankan sisi kemanusiaan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, surat Indonesia untuk Presiden Myanmar Thein Sein sudah diterima. Pemerintah Myanmar menyambut baik dan menghargai pandangan Indonesia mengenai Rohingya. "Myanmar menghargai pandangan Indonesia sebagai negara sahabat yang selama ini telah memberikan pemahaman yang baik atas perkembangan di Myanmar," katanya saat ditemui di Istana Merdeka, Selasa (7/8) sore.
Menlu Myanmar mengatakan, usulan Indonesia itu akan dipertimbangkan, yakni menerima Sekjen OKI untuk berkunjung di Myanmar. "Secara khusus, sesuai arahan Presiden agar Myanmar menerima misi dari OKI di negaranya," katanya. Marty juga menegaskan Indonesia menginginkan agar penduduk Rohingya diberikan hak-hak dasarnya.
Sedangkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan menyoroti situasi di Myanmar agar tidak memengaruhi kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Ia mengatakan, MUI dan majelis ulama lain menentang penistaan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Umat Buddha di Tanah Air juga memprotes pembiaran Pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya. Amidhan meminta masyarakat Indonesia melihat masalah Muslim Rohingya sebagai kekerasan antaretnis, bukan antaragama.