REPUBLIKA.CO.ID, Iran menjadi subyek sanksi ekonomi AS sejak 1979. Hukum tersebut diperketat dengan Perintah Eksekutif yang diteken oleh Presiden Bill Clinton pada 1995 terkait transaksi dolar AS dengan Iran.
Transaksi dolar AS di Bank Standard Chartered yang dipertanyakan oleh AS diawali dan berakhir di bank-bank Eropa di Inggris dan Timur Tengah. Menurut AS, aliran dana itu lalu berjalan mulus ke cabang-cabang bank di New York.
Sejumlah pelanggaran yang dituduhkan terhadap Standard ialah menggelapkan laporan bisnis, tidak menyajikan laporan keuangan dan data informasi secara akurat, tidak melaporkan kesalahan terhadap pemegang kebijakan AS dan menghindari sanksi Federal.
Tidak hanya itu, dalam laporan gugatan setebal 27 halaman itu, Departemen Layanan Keuangan New York, mengatakan bahwa Standard Chartered menunjukkan 'penghinaan nyata' terhadap pemegang kebijakan perbankan AS. Dalam laporan itu disebut sebuah email balasan dari direktur eksekutif bank kepada petugas cabang New York.
"Siapa Kami (Amerika) memberi tahu kami dan seluruh dunia bahwa kami tidak boleh bertransaksi dengan Iran," begitu kutipan surat elektronik direktur eksektip dalam laporan.
Menanggapi tuduhan itu Standard Chartered berkomentar, "Grup saat ini melakukan kajian mengenai sejarah kepatuhan institusi dengan sanksi-sanksi AS dan mendiskusikan kajian itu dengan aparat penegak hukum serta pemegang kebijakan di AS."
"Grup masih belum bisa memprediksi kapan kajian dan diskusi akan selesai dan hasil apa yang akan diperoleh nanti."
Sementara Departemen Keuangan AS yang menerapkan sanksi tersebut menyatakan departemen menindak pelanggaran sanksi-sanksi dengan sangat serius."