Jumat 10 Aug 2012 12:58 WIB

Muhammadiyah Urusi Pengungsi Rohingnya di Indonesia

Rep: Yulianingsih/ Red: Heri Ruslan
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Lima Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) di Indonesia akan mengurusi pada pengungsi Rohingnya yang masuk ke Indonesia. Para pengungsi konflik Myanmar ini telah masuk di lima wilayah Indonesia sejak satu bulan terakhir. Kelima wilayah itu adalah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Riau, Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Riau.

"Kita sudah intruksikan PWM di lima titik ini termasuk juga Aisyiyah untuk membantu mereka. Ini bukan masalah agama tetapi lebih pada kemanusiaan," terang Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat (10/8).

Menurutnya, Muhammadiyah memiliki lembaga penanggulangan bencana, dan lembaga kesehatan. Lembaga inilah bersama Aisyiyah yang terjun melakukan bantuan pada masyarakat Rohingnya yang ada di Indonesia.

Diakui Haedar, Muhammadiyah bekerja sama dengan pemerintah daerah terkait hal itu. Pemerintah daerah yang menyediakan tempat bagi mereka dan Muhammadiyah yang memberikan bantuan makanan, kesehatan, dan akomodasi lainnya.

"Meskipun UNHCR belum menyatakan mereka sebagai pengungsi tapi ini atas nama kemanusiaan. Imigran gelap saja diberikan recoveri sementara apalagi ini. Mereka adalah korban tragedi akibat konflik. Sehingga kita coba cari solusi sementara," tegas Haedar.

Muhammadiyah sendiri kata dia, secara resmi sudah delegasi muslim Rohingnya. Namun sekali lagi Haedar menegaskan bahwa bantuan yang diberikan Muhammadiyah bukan semata-mata soal agama tetapi sebagai penghargaan atas hak asasi manusia (HAM).

"Tidak boleh ada pembunuhan atau genocida. Itu harus dijamin kebebasan hak asasinya oleh setiap negara," tambahnya.

Muhammadiyah sendiri, kata dia, sudah meminta secara resmi kepada pemerintah untuk melakukan hubungan diplomasi baik dengan pemerintah Myanmar maupun PBB dalam hal ini UNHCR.

"Perdebatan politik silahkan itu diplomasi antarpolitik negara untuk menghentikan pertikaian tersebut," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement