REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Israel menangkapi ribuan remaja di Palestina. Dugaan keterlibatan dan potensi menjadi separatis selalu dituduhkan kepada para remaja tersebut. Penangkapan, interogasi, dan penahanan yang tidak manusiawi dilakukan oleh militer Zionis terhadap mereka.
Defence for Children International (DCI) lembaga advokasi internasional untuk anak-anak, baru-baru ini merilis laporan tentang perilaku tentara Israel yang menangkapi dan menginterogasi remaja belasan tahun. Mereka dijerat dengan peraturan mengancam, lalu dijebloskan ke dalam penjara.
''Laporan ini didasarkan pada kesaksian 300 anak-anak Palestina yang menjadi korban. Kami meneliti laporan ini selama empat tahun,'' terang laporan tersebut, seperti dikutip stasiun Aljazeera, Senin (13/8).
DCI mengatakan sebelas tahun terkahir, sekitar 7.500 anak-anak telah ditahan. Mereka menurut laporan tersebut diintergogasi, dan dipenjarakan di bawah sistem peradilan militer Israel. Mereka umumnya baru belasan tahun. Ditangkap secara acak dan tidak diberitahu kepada keluarganya.
Sel 36 di Penjara Al Jalameh di Israel adalah salah satu sel isolasi bagi remaja Palestina. Remaja yang dipenjarakan di sana adalah yang sering bergesekan dengan pemukiman Yahudi. Satu contoh kasus, DCI menuliskan sergapan fajar tentara Israel di Beit Ummar dekat Bethlehem untuk menangkap seorang remaja yang dituduh telah mencuri sebuah pintu dari pemukiman Yahudi.
Pengacara DCI, Gerard Horton, mengatakan pengadilan Israel menuduh remaja-remaja Palestina melakukan penghinaan, perlawanan, dan perbuatan mengancam keamanan Israel. Pengacara mereka sekali pun boleh untuk bertemu dengan tahanan. ''Mereka yang masih 12 tahun sekalipun akan menghadapi tuntutan yang sama seperti orang dewasa.'' Setelah menandatangani pengakuan, kata dia, mereka menghadapi peradilan militer.
Laporan yang disampaikan DCI tentang kondisi tahanan remaja dan anak Palestina, juga didukung oleh laporan lainnya dari sekelompok penggiat hukum asal London. Sembilan pengacara HAM yang berbasis di Inggris tersebut mengatakan bahwa sistem peradilan dan tentara Israel secara teratur melanggar Konvensi PBB tentang Hak Anak (UNCRC).
Satuan Keamanan Israel (ISA) yang juga dikenal sebagai Shin Bet membantah telah melakukan rangkain pelanggaran HAM tersebut. Mereka mengatakan, klaim tersebut sangat tidak berdasar.