Selasa 14 Aug 2012 20:08 WIB

OKI Usul Pembekuan Keanggotaan Suriah

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Djibril Muhammad
Gerilyawan anggota Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) meneriakan slogan ketik mereka bersiap bergerak menuju distrik Salah Edinne, Aleppo, Suriah, pada Kamis (9/8).
Foto: Reuters/Zohra Bensemra
Gerilyawan anggota Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) meneriakan slogan ketik mereka bersiap bergerak menuju distrik Salah Edinne, Aleppo, Suriah, pada Kamis (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH - Konfrensi Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Negara Islam (OKI), mengusulkan pembekuan Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad dari keanggotaan. Tekanan politis itu menyusul konflik yang tidak mereda di Damaskus.

"Pra konfrensi, para menteri setuju untuk menangguhkan kenggotaan Suriah," kata seorang sumber, seperti dikutip kantor berita Reuters, Selasa (14/8).

Ketua OKI Ekmeleddin Ihsanoglu, mengatakan para pemimpin Muslim sepakat mengumpulkan tekanan terhadap rezim. Ia mengatakan, sekitar 57 anggota OKI (termasuk otoritas Palestina) secara kolektif memainkan perannya untuk

menghentikan tindakan kekerasan terhadap masyarakat sipil, dan kelompok oposisi di negeri tersebut.

Langkah tersebut merupakan simbol di mana digunakan sebagai sentimen keberagamaan, yang implikasinya untuk menekan Assad menghentikan pertikaian yang sudah menewaskan lebih dari 20 ribu jiwa.

Keputusan itu, lanjut dia, menjadi penting, sebab OKI adalah wadah kerja sama yang menaungi 1.5 miliar jiwa ummat Islam. Dan yang dilakukan rezim Assad telah melanggar ketentuan kemanusian, dan akan mencoreng citra ummat Islam.

OKI, dijelaskan dia, sudah berungkali mengingatkan Assad untuk menghentikan pembantaian yang sudah 17 bulan itu. "Keputusan ini telah disepakati pada konsensus dengan mayoritas mutlak mendukung menangguhkan keanggotaan Suriah," kata Ihsanoglu, seperti dilansir AFP.

Republik Islam Iran, sekutu tunggal Suriah di OKI tidak mampu berbuat banyak. Penalti bagi Suriah membutuhkan dua pertiga dari seluruh anggota OKI, dan hanya Teheran dan Aljazair yang tidak mendukung.

sumber : AP/Reuters/BBC/Alarabiyah/Aljazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement