Selasa 14 Aug 2012 20:52 WIB

Muslim Rohingya Sudah 40 Tahun Diintimidasi

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Masyarakat muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar berkumpul di kamp penjaga perbatasan Bangladesh di Taknaf,Bangladesh,Jumat (22/6).
Foto: Saurabh Das/AP
Masyarakat muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar berkumpul di kamp penjaga perbatasan Bangladesh di Taknaf,Bangladesh,Jumat (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desakan junta Myanmar mengusir keluar etnis Muslim Rohingya dari tanah kelahirannya sudah berangsur lama. Situasi tersebut membuat ratusan ribu etnis Rohingya tidak mendapatkan tempat dan ketentraman.

Presiden Organisasi Nasional Rohingya Arakan, Nurul Islam meminta kepada Indonesia dan komunitas Asia Tenggara (ASEAN) mengatasi krisis kemanusian yang terjadi di Negara Bagian Rakhine, Myanmar tersebut. "Kami tidak memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu. Selalu ada perbedaan terhadap kami," ungkap Nurul, saat berbicang dengan ROL, Senin (13/8).

Menurut dia, penolakan dan prilaku diskriminatif junta militer terhadap Rohingya sudah berlangsung lebih dari 40 tahun. Perilaku itu mewujud secara nyata melalui perangkat resmi buatan pemerintah. Nurul mencontohkan, selain ketentuan kewarganegaraan 1982 yang tidak mengakui etnis Muslim Rohingya sebagai warga negara, persoalan perizinan untuk tinggalpun selalu dipersulit, hak untuk mendapatkan pendidikan disumbat.

Tidak berhenti disitu, intimidasi dan kecurigaan pemerintah junta terhadap adanya rencana makar oleh Rohingya juga dituduhkan. "Seorang Rohingya selalu dipertanyakan saat hendak perlu (keluar negeri). Suratnya bisa sampai empat tahun, itu saja belum tentu diizinkan," kata dia.

Perilaku tersebut, ujarnya, sangat sepihak jika dibandingkan dengan etnis-etnis lain. Ia mencontohkan beberapa etnis Kachin, Karen, yang juga merupakan minoritas. Tapi mereka tidak diperlakukan sepihak dan semena-mena. Padahal, kata dia, minoritas Karen yang notabene adalah Kristen sempat melakukan perlawanan terhadap pemerintah junta, dan mereka dipersenjatai.

"Kami sangat putus asa dengan kebijakan yang seperti itu," kata dia.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement