Rabu 22 Aug 2012 03:52 WIB

Myanmar Bebaskan Sensor Media, AS Gembira

  Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla (kanan) bertemu dengan Presiden Myanmar, U Thein Shein di Istana Kepresidenan di Nay Pyi Taw, Myanmar, Jumat (10/8).
Foto: Dokumentasi JK
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla (kanan) bertemu dengan Presiden Myanmar, U Thein Shein di Istana Kepresidenan di Nay Pyi Taw, Myanmar, Jumat (10/8).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat pada Senin menyambut pengumuman Myanmar telah menghapus sensor pra-siar, tapi minta negara itu melangkah lebih jauh dengan membubarkan badan sensor.

"Kami menyambut pengumuman pemerintah Birma bahwa wartawan tidak lagi perlu mengirim tulisan mereka lebih dulu ke badan sensor kementerian penerangan," kata wanita juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland kepada wartawan, dengan menggunakan nama lama Myanmar, Birma.

"Itu bagus. Dikatakannya, badan sensor itu belum dibubarkan, yang jelas kita ingin lihat diambil pemerintah Birma, karena mereka terus memantau pers," katanya.

Myanmar selama beberapa dasawarsa memiliki beberapa media paling dikendalikan ketat, dengan pejabat memeriksa segala sesuatu dari surat kabar hingga lirik lagu sebelum sebelum dilansir, tapi meredakan pembatasan sejak meluncurkan perubahan pada tahun lalu.

Jurnal politik dan keagamaan -daerah terakhir memerlukan pemeriksaan pra-siar- diizinkan masuk pers tanpa persetujuan sebelumnya sejak Senin.

Pemerintah Presiden Barack Obama mengutamakan Myanmar untuk mendorong perubahan. Pada bulan lalu, Amerika Serikat menangguhkan pembatasan atas perusahaan menenam modal di bekas negara paria itu.

Kelompok hak media juga minta Myanmar secara resmi menghapus badan sensor.

Wartawan Tanpa Perbatasan, yang bermarkas di Paris, mengatakan bahwa jika keputusan itu betul-betul menghasilkan akhir sensor pra-siar, itu menandai perhentian sejarah setengah abad kendali ketat pemerintah atas isi media cetak.

Tapi, pernyataan kelompok itu menyuarakan pesan, dengan mengatakan bahwa perintah tersebut harus berlaku untuk semua bentuk media, dan menyatakan kekhawatiran bahwa penyimpangan lain akan diterapkan sebagai bentuk lain sensor pasca-siar.

Pejabat kementerian penerangan kepada AFP menyatakan sensor film tetap berlaku dan wartawan televisi akan melakukan "swasensor" dengan minta petunjuk tentang berita rawan.

Panitia Perlindungan Wartawan, kelompok pembelaan bermarkas di New York, juga minta Myanmar menghapuskan badan sensor dan mengubah undang-undangnya, dengan mengatakan bahwa jika tidak, pengumuman pada Senin itu "setengah langkah terbaik."

"Sampai pemerintah Burma melakukan perubahan menyeluruh, wartawan masih terancam sensor dan aliran bebas penerangan tidak dapat dijamin," kata pernyataan Shawn Crispin, anggota penting kelompok itu untuk perwakilan Asia Tenggara.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement