Jumat 24 Aug 2012 23:10 WIB

Astaghfirullah, Tentara Sudan Selatan Perkosa dan Bunuh Warga Sipil

Sudan dan Sudan selatan
Sudan dan Sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut tentara Sudan Selatan telah membunuh, memerkosa, dan menyiksa warga sipil di negara bagian Jonglei. Tindakan itu dinilai mengancam upaya perdamaian.

"Mayoritas korban adalah wanita, dan dalam beberapa kasus terhadap anak-anak," kata misi perdamaian PBB di Sudan Selatan (UNMISS) dalam satu pernyataan.

PBB menyatakan prihatin atas meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh unsur-unsur yang tidak disiplin dalam tubuh Tentara Sudan Selatan.

Antara 15 Juli dan 20 Agustus, tim PBB melaporkan adanya pelanggaran termasuk satu pembunuhan, 27 penyiksaan atau perlakuan kejam, seperti memukul, dan dalam beberapa kasus menenggelamkan orang, 12 perkosaan, enam usaha perkosaan dan delapan penculikan.

Tentara melancarkan satu program perlucutan senjata setelah satu gelombang serangan balasan akhir Desember di antara kelompok-kelompok etnik yang bermusuhan yang menewaskan hampir 900 orang, kata data PBB, kendatipun pihak lainnya memperkirakan jumlah itu jauh lebih tinggi.

Dalam serangan-serangan itu, pasukan milisi yang berjumlah sekitar 8.000 personel dari Lou Nuer menjarah daerah Pibor Jonglei, membunuh para anggota kelompok Murle seteru mereka, menculik wanita-wanita dan anak-anak, menjarah desa-desa dan mencuri ternak.

Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di New York melaporkan "tentara menembaki para warga sipil, dan memperlakukan mereka secara kejam dengan memukul, mengikatkan mereka dengan tali dan membenamkan kepala mereka ke air untuk menggali informasi tentang lokasi senjata-senjata".

Kelompok itu, dalam sepucuk surat terbuka kepada pemerintah mengatakan menerima laporan yang layak dipercaya tentang pemerkosaan dan pemukulan dan tindakan-tindakan penyiksaan.

Jonglei adalah salah satu dari daerah-daerah yang paling parah dalam persang saudara antara daerah utara dan selatan Sudan tahun 1983-2005, yang berakhir dalam satu perjanjian perdamaian yang membuka jalan bagi kemerdekaan penuh Sudan Selatan tahun lalu.

Tetapi negara baru itu terdapat banyak senjata, sementara masyarakat yang bersenjata berat saling bermusuhan selama pemerintah Khartoum tetap bersaing.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement