Sabtu 25 Aug 2012 10:19 WIB

JK: Pengungsi Rohingya tak Ingin Menetap di Indonesia

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
  Ketua Umum PMI Jusuf Kalla didampingi Menteri Urusan wilayah Perbatasan Myanmar Letnan Jenderal Thein Htay mengunjungi barak pengungsi etnis Rohingya di Thet Kay Pyin, Ibukota negara bagian Rakhine Sittway, Myanmar, Sabtu (11/08).
Foto: Antara
Ketua Umum PMI Jusuf Kalla didampingi Menteri Urusan wilayah Perbatasan Myanmar Letnan Jenderal Thein Htay mengunjungi barak pengungsi etnis Rohingya di Thet Kay Pyin, Ibukota negara bagian Rakhine Sittway, Myanmar, Sabtu (11/08).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla percaya pengungsi Rohingnya yang ada di Indonesia tidak memiliki keinginan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). "Mereka sebenarnya ingin ke negara ketiga," ujar Jusuf Kalla disela pelepasan relawan PMI untuk Rohingnya, Sabtu (24/8), di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.

Pria yang akrab disapa JK ini menyatakan, tujuan pengungsi Rohingnya meninggalkan Myanmar adalah memperbaiki taraf hidup. Mereka, imbuh JK, lebih memilih Australia ketimbang Indonesia. Alasannya, karena upah di Australia lebih tinggi ketimbang di Indonesia.

Selain itu lapangan kerja di Indonesia juga tidak banyak. "Di Indonesia mau kerja apa? Gajinya juga rendah," ujar JK.

Menurut JK harapan pengungsi Rohingnya untuk hidup di Australia tidaklah mudah. Pasalnya, Australia merupakan negara yang terbilang ketat dalam menerima para pencari suaka politik. "Jadi mereka (Etnis Rohinya) menunggu UNHCR untuk tinggal di Australia," kata JK.

JK berharap konflik kekerasan yang dialami Etnis muslim Rohingnya di Myanmar segera selesai. "Saya harap Rohingya dengan Pemerintah Myanmar hidup damai lagi," ujar JK.

PMI memiliki kepedulian terhadap nasib etnis muslim Rohingnya di Myanmar. JK mengatakan PMI mengirimkan bantuan berupa 8 relawan kemanusian dan logistik nonmakanan. Bantuan ini menurut JK, murni dari dana PMI, tanpa ada kaitan dari pemerintah.

Cara ini dilakukan agar tidak kesalahpahaman antara Myanmar dan Indonesia. JK menjelaskan, bantuan atas nama pemerintah perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kedua kepala negara. "Ini harus lembaga kemanusiaan dahulu yang turu. Kalau pemerintah, harus  membuat persetujuan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement