REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang agak bernapas lega karena Bolaven, topan terkuat yang mendekati Okinawa pada Ahad (26/8) bergerak melemah. Namun, pemerintah tak tetap waspada dan mengingatkan warganya untuk tetap berada di dalam rumah dan embusan kuat topan Ino dapat menjungkirkan mobil dan menimbulkan gelombang hingga 12 meter atau 40 kaki.
Gerakan melambat Bolaven yang berjarak 150 km di timur laut Okinawa dan diharapkan melewati pulau itu pada Ahad malam, memantik hujan 500 milimeter dalam kurun 24 jam. Badan Meteorologi Jepang mengatakan kecepatan angin dekat pusat topan mencapai 112 mph. Kantor berita //NHK// melaporkan, dua orang terluka dalam kejadian ini.
Termasuk seorang laki-laki tua berusia 78 tahun yang diterpa angin kencang serta merobek dahinya. ‘’Tak ada laporan terjadinya kerusakan besar, namun aliran listrik untuk 200 rumah terhenti serta 300 orang harus berlindung di bangunan-bangunan publik,’’ ujar beberapa pejabat di lembaga penanganan bencana Okinawa. Pulau ini dihuni oleh 1,4 juta warga.
Akibat pergerakan Bolaven semua penerbangan domestik dan internasional di Bandara Naha, Okinawa, dibatalkan. Tsukasa Euzu, pejabat Okinawa Meteorological Observatory Weather Information Center, mengatakan embusan terkuat terjadi pada 1965, yaitu mencapai 165 mph. Lebih setengah dari 50 ribu personel pasukan AS ditempatkan di Pangkalan Udara Kadena, Okinawa.
Kemarin, semua toko dan fasilitas layanan ditutup serta kegiatan di pangkalan hampir tak ada. Semua jalan masuk ke pulau ditutup sementara untuk menghindari terjadinya korban. Setelah melewati Okinawa, Topan Bolaven ini akan menuju Laut Cina Timur kemudian Laut Kuning. Kemungkinan akan tiba di wilayah pantai Korea Selatan pada Selasa ini.
Bolaven datang setelah Topan Tembin, yang menghantam sebelah selatan Taiwan pada Jumat lalu. Bolaven biasanya menghampiri daerah-daerah berpenduduk padat sebelum akhirnya bergerak menuju lautan luas. Sementara itu, Pemerintah Myanmar mengatakan 85 ribu orang kehilangan rumahnya akibat banjir bandang.
Delta Irrawadi, lokasi sebanyak 130 ribu orang tewas dalam bencana alam pada 2008, merupakan wilayah yang sangat parah terkena banjir. Banjir karena hujan juga merusak 250 ribu hektare sawah. Presiden Thein Sein berkunjung ke daerah-daerah bencana, namun jaringan transportasi dan komunikasi yang masih belum pulih menandakan bahwa banjir ini menimbulkan kerusakan parah.
Menurut pemerintah, mereka mendirikan lebih dari 200 pusat bantuan kemanusiaan untuk membantu warga yang kehilangan rumahnya. Dengan kerusakan yang ada termasuk sawah, panen padi diperkirakan tak seperti biasanya. Padahal, Myanmar dikenal mengandalkan ekspor padi sebagai pendapatan nasionalnya.