REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Mesir untuk pertama kalinya dalam tiga dekade terakhir melakukan kunjungan kenegaraan ke Iran. Hal tersebut setelah Presiden Muhammad Mursi menghadiri KTT Gerakan Non-Blok (GNB) ke-16 yang diselenggarakan di ibukota Iran, Teheran, 30-31 Agustus ini.
Dalam sebuah siaran langsung TV nasional Iran diperlihatkan bagaimana Mursi disambut Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, di aula di Teheran. Iran telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Mesir pada tahun 1980 setelah negara tersebut menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1979.
Selain itu putusnya hubungan tersebut juga dikarenakan dukungan Mesir kepada pemimpin Iran yang dilengserkan pada revolusi Islam, Shah Mohammad Reza Pahlavi, di tahun 1979. Sejak revolusi Islam tersebut, Iran menganggap Israel sebagai musuh bebuyutan. Saat terjadi pemberontakan di Mesir tahun lalu yang akhirnya menaikkan Mursi sebagai presiden, pemerintahan Iran menyambutnya.
Sebagai orang nomor satu Mesir, Mursi sejauh ini menolak menguraikan secara rinci kebijakan luar negeri Mesir atas Iran. Namun dalam sebuah kesempatan belum lama ini, ia menegaskan akan menjalankan kebijakan luar negeri yang seimbang.
Seperti dilansir Al Ahram, seorang pengamat politik, Salah Al Hadi, mengatakan kunjungan Mursi ke Iran tersebut merupakan upaya untuk menghidupkan kembali pengaruh Mesir di Timur Tengah. "Kunjungan bersejarah (Mursi) tersebut merupakan upaya Mesir untuk mendapatkan kembali peran regional mereka yang benar-benar sangat berkurang saat kepemimpinan Hosni Mubarak," kata Al Hadi.
Meskipun demikian, Al Hadi menganalisa kunjungan tersebut tidak akan langsung memperbaiki hubungan antara kedua negara, meskipun sinyal adanya perbaikan hubungan muncul setelah turunnya Mubarak tahun lalu. "Kunjugan tersebut tidak akan menjadi sinyal pulihnya hubungan antara Mesir dengan Iran. Normalisasi hubungan memiliki kalkulasi tersendiri, yang akan tergantung pada situasi di dalam negeri Mesir dan peta wilayah (Timur Tengah) secara keseluruhan," ujar Al Hadi.