Jumat 31 Aug 2012 14:03 WIB

Australia Masih akan di Afghanistan Meski Tentaranya Dibunuh

Tentara Australia di Afghanistan
Tentara Australia di Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY - Australia Jumat (31/8) menyatakan akan menyelesaikan misinya di Afghanistan meski mengalami hari paling mematikan dalam pertempuran sejak Perang Vietnam dan ada kemungkinan prajuritnya menjadi korban lagi.

Menteri Pertahanan Stephen Smith mengatakan, "kombinasi mengerikan" dari pembunuhan tiga prajurit oleh seorang tentara Afghanistan dan kematian dua prajurit lain dalam kecelakaan helikopter dalam waktu 24 jam merupakan hal terburuk yang pernah dilihatnya selama bertugas.

"Itu tidak akan mempengaruhi tekad saya untuk tetap berada dalam jalur, karena tetap berada dalam jalur tujuan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan," katanya.

"Kita tidak boleh berada di Afghanistan selamanya, kita tidak ingin tinggal di Afghanistan selamanya, namun kita juga tidak boleh pergi sebelum waktunya atau pergi besok seperti yang disarankan beberapa orang," tambahnya.

Menurut Smith, penarikan segera pasukan akan "menambah risiko" dibanding dengan peralihan bertahap terencana, dimana pasukan Afghanistan akan mengambil alih kendali keamanan di provinsi Uruzgan dari pasukan Australia pada akhir 2013.

Smith menambahkan, penarikan segera pasukan akan meningkatkan kemungkinan Afghanistan kembali lagi menjadi "tempat pelatihan bagi terorisme internasional".

Pada Rabu larut malam, tiga prajurit Australia dari satuan tugas 3RAR tertembak dan tewas ketika seorang individu yang memakai seragam Tentara Nasional Afghanistan melepaskan tembakan dengan senapan otomatis dalam jarak dekat.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengatakan, serangan itu terjadi di provinsi Uruzgan dimana sekitar 1.500 prajurit Australia ditempatkan.

Dalam insiden kedua, dua prajurit pasukan khusus Australia tewas pada Kamis pagi ketika helikopter mereka jatuh di provinsi Helmand, dan itu menjadi kurun waktu 24 jam terburuk bagi pasukan Australia sejak Perang Vietnam. Dengan kematian kelima prajurit itu, jumlah korban tewas Australia menjadi 38 selama perang di Afghanistan.

Penembakan itu merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan dimana prajurit Afghanistan membidikkan senjatanya ke arah pasukan NATO yang membantu Kabul memerangi gerilyawan Taliban selama lebih dari sepuluh tahun.

Pada 10 Agustus, tiga prajurit AS tewas Jumat ketika seorang pria yang memakai seragam tentara Afghanistan melepaskan tembakan ke arah mereka. Sebelumnya pada 7 Agustus, seorang prajurit NATO asal AS ditembak mati oleh dua orang yang berseragam militer Afghanistan di wilayah timur negara itu.

Sejak awal tahun ini, lebih dari 30 anggota pasukan aliansi pimpinan NATO di Afghanistan, termasuk 17 prajurit AS, tewas dalam penembakan yang dilakukan oleh pasukan Afghanistan, kata pejabat itu.

Beberapa dari serangan itu diklaim oleh Taliban, yang menyatakan mereka menyusup ke jajaran militer Afghanistan, namun banyak penembakan disebabkan oleh perselisihan budaya dan ketidaksepahaman dengan sekutu.

Komandan-komandan militer NATO berusaha memperketat pengamanan untuk mencegah gerilyawan menyusup ke dalam pasukan keamanan Afghanistan setelah sejumlah prajurit Prancis dibunuh oleh seorang prajurit Afghanistan.

Enam persen dari kematian prajurit NATO di Afghanistan disebabkan oleh serangan pasukan keamanan Afghanistan, menurut laporan rahasia aliansi itu yang bocor kepada media pada Januari. Sekitar 130.000 prajurit NATO bekerja sama dengan lebih dari 300 ribu anggota pasukan keamanan Afghanistan.

Pembunuhan empat prajurit tak bersenjata Prancis oleh seorang prajurit Afghanistan yang mereka latih pada Januari mendorong Presiden Prancis Nicolas Sarkozy segera mengkhiri peran tempur negara itu di Afghanistan pada akhir 2013. Sekitar 40 serangan dilakukan oleh prajurit Afghanistan terhadap pasukan NATO dalam empat tahun terakhir, kata Menteri Pertahanan Prancis Gerard Longuet.

Sebuah laporan rahasia yang dikutip oleh The New York Times pada 20 Januari mengatakan, peningkatan serangan oleh prajurit Afghanistan terhadap pasukan AS dan NATO di negara itu merupakan masalah sistematis dan tidak terjadi dalam insiden tertentu.

Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan. Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement