REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), Marzuki Alie, mengungkapkan bahwa permasalahan konflik di Laut Cina Selatan makin runyam. Masalah ini, kata dia, batal dibahas dalam sidang AIPA ke-33 yang akan digelar di Lombok 16 hingga 22 September mendatang.
Menurutnya, persoalan konflik Laut Cina Selatan sebenarnya sudah diagendakan untuk dibahas dalam sidang AIPA ke-33 sesuai dengan hasil pertemuan Komite Eksekutif AIPA di Yogyakarta Juli yang lalu. Namun, karena parlemen dan pemerintah Kamboja meminta agar hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut, maka Indonesia sebagai Ketua AIPA memutuskan untuk menyetujui permintaan Kamboja.
“PM Kamboja mengingatkan agar sidang AIPA tidak membahas soal itu, karena persoalan di ASEAN masih banyak yang harus diselesaikan. Konflik Laut Cina Selatan ini jadi topik utama ketika saya dan Hun Sen bertemu. Intinya, Kamboja ingin meyakinkan Indonesia agar isu ini tidak dibicarakan di sidang AIPA,” ujar Marzuki dalam pernyataannya dari Phnom Penh, Kamboja, akhir pekan ini.
Dalam pertemuan tersebut, kata dia, Hun Sen tidak mengungkapkan alasan yang spesifik terkait permintaannya tersebut. Namun, Indonesia bisa memahami jika setiap negara tentu memiliki kepentingan, apalagi bantuan Cina kepada Kamboja dalam hal ini bantuan langsung maupun investasi sangat besar. Oleh karena itu, Indonesia menilai suatu hal yang wajar jika Kamboja tidak ingin melukai hubungan baiknya dengan Cina dengan ikut membahas konflik Laut Cina Selatan di sidang AIPA ke-33.