REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Otoritas Palestina secara formal telah meminta Israel membicarakan pengubahan Protokol Paris, kesepakatan yang mengatur hubungan ekonomi kedua pihak.
"Saya telah membuat permohonan kepada pemerintah Israel melalui kementerian pertahanan...bahwa Otoritas Palestina secara resmi telah meminta pembukaan kembali Protokol Paris yang tidak kompatibel dengan situasi ekonomi saat ini," kata Menteri Urusan Sipil Palestina, Hussein al-Sheikh, seperti dilansir AFP.
Sejauh ini belum ada komentar apapun dari kementerian pertahanan Israel terkait permintaan Palestina tersebut. Sheikh mengatakan ia telah disarankan Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk menekan Israel melalui permohonan tersebut.
"Presiden mengatakan kepada saya..untuk membuka kembali Protokol Paris, untuk memeriksa kembali, menyesuaikannya, dan mengubahnya secepat mungkin," kata al-Sheikh. "Kami masih menunggu respons Israel," tambahnya.
Pada bulan September tahun lalu, Abbas mengungkapkan keinginannya untuk mengubah Protokol Paris terkait pembatasan yang mempengaruhi ekonomi Palestina serta menghalangi pertumbuhan Palestina. Ia mengatakan protokol tersebut sebagai kesepakatan yang tidak adil.
Protokol Paris adalah perjanjian yang dibuat tahun 1994 sebagai dasar hubungan ekonomi antara Israel dengan Palestina. Tujuan dari protokol tersebut adalah menyelamatkan rakyat Palestina menghadapi situasi ekonomi yang sulit.
Protokol tersebut mengatur empat bidang, yaitu hubungan dagang, persoalan fiskal, pengaturan moneter, dan pengaturan tenaga kerja.
Dalam hal perdagangan bilateral, Protokol Paris menyediakan akses bagi kedua belah pihak untuk melakukan jual-beli bebas tarif. Akan tetapi dalam hal perdagangan ke luar negeri, seluruh kebijakan Israel diterapkan untuk Palestina.
Dampaknya, Palestina tidak dapat menetapkan tarif lebih rendah dari Israel. Meskipun Palestina memiliki sejumlah fleksibilitas terkait pajak penjualan, marjin penyimpangan dari tingkat Israel sangat sedikit.