REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Pembuktian baru mengenai pembantaian Kathyn terungkap. Lembaga Arsip Nasional Amerika Serikat (AS) mendeklasifikasi dokumen rahasia mengenai Perang Dunia (PD) II itu.
Dalam berita eksklusif kantor berita The Associated Press (AP), dan dilansir BBC News menyebutkan berdasarkan dokumen tersebut, AS mengingkari fakta pembunuhan yang dilakukan Uni Soviet (US) terhadap penduduk Polandia. Dokumen setebal hampir seribu halaman itu, menuliskan sejak awal Presiden AS ke-32, Franklin Delano Roosevelt mengetahui pembunuhan massal yang menewaskan lebih dari 22 ribu warga Polandia pada 1940 tersebut.
Hal itu menguatkan kecurigaan para pakar sejarah, Roosevelt menutup mata atas kejahatan yang dilakukan sekutu perangnya pada masa Perang Dunia (PD) II, Josep Stalin. Dokumen-dokumen itu dirilis pada Senin (10/9), menuliskan tawanan perang AS telah mengirimkan pesan bersandi rahasia kepada Washington pada 1943 silam. Pesan itu berisikan kesaksian langsung dari tawanan perang tentara Jerman.
Kepala Tentara NAZI Jerman, Joseph Gobbels sengaja menggiring tawanan perangnya melihat tumpukan mayat yang mulai membusuk, di Hutan Kathyn, di dekat Smolensk, Rusia bagian barat. Jerman bermaksud melakukan propaganda, agar AS memecahkan aliansi utara bersama US, yang melawan Berlin.
Pesan sandi kelompok tawanan perang AS dan Inggris tersebut menampik tuduhan selama ini atas keterlibatan tentara Adolf Hitler dalam pembunuhan massal tersebut, mengingat tentara Jerman menginvansi Polandia pada 1943.
"Materi baru telah membantu untuk menyempurkan sejarah, dan keterlibatan AS dalam menyembunyikan informasi," kata seorang sejarawan, seperti dilansir AP, Selasa (11/9).
Menurut laporan AP, Washington sengaja menututupi informasi tentang pembantain tersebut dengan dibentuknya tim pencari fakta dari AS pada 1952. AS beralasan tidak ingin menambah ketegangan dengan US dalam perang dingin.
Dalam laporan final, tim tersebut menyatakan tidak ada keraguan atas aksi US terhadap pembantain itu. Tim tersebut merekomendasikan pemerintah untuk menyeret US ke hadapan pengadilan internasional, tetapi itu tidak pernah ditindaklanjuti. Bahkan Kepala Intelijen Angkatan Darat AS, Letnan Kolonel John H. Van Vliet, salahsatu tawanan perang Jerman, yang mengirimkan pesan sandi tersebut menghilang setelah kembali ke AS.