Jumat 14 Sep 2012 08:42 WIB

Ulama Sudan Protes Massal Film Anti-Islam

Presiden Sudan Omar Hassan Al-Bashir.
Foto: guardian.co.uk
Presiden Sudan Omar Hassan Al-Bashir.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Para ulama Islam pendukung negara di Sudan, Kamis (13/9) menyerukan protes massal setelah shalat Jumat (14/9) ini terkait film yang merendahkan Nabi Muhammad SAW dari Amerika Serikat (AS). Film ini yang memicu unjuk rasa di sejumlah negara. Satu kelompok Islam di negara itu juga mengancam akan menyerang Kedutaan AS.

Protes-protes atas film, yang menggambarkan Nabi sebagai pelecehan wanita dan agama palsu, telah menyebar ke beberapa negara. Sebelumnya, demonstran Mesir memanjat dinding kedutaan AS di Kairo dan merobohkan bendera Amerika.

Kementerian Luar Negeri Sudan juga mengeritik Jerman yang mengizinkan satu aksi protes bulan lalu atas tindakan aktivis sayap kanan dengan membawa karikatur Nabi. Mereka juga protes terhadap Kanselir Angela Merkel yang memberikan penghargaan pada tahun 2010 untuk seorang kartunis Denmark yang menggambarkan Nabi pada tahun 2005 dan memicu demonstrasi di seluruh dunia Islam.

Presiden Omar Hassan al-Bashir menegaskan, "Besok kita semua akan keluar untuk membela Nabi Muhammad SAW. Kami akan melakukan hal ini secara damai, tetapi dengan kekuatan," katanya kepada wartawan setelah bertemu dengan para pejabat pemerintah, Kamis.

Para pejabat di Kedutaan AS mengatakan, kelompok Islam melakukan aksi-aksi protes kecil pada Rabu di depan gedung kedutaan, yang terletak di luar Khartoum untuk alasan keamanan. Menlu AS Hillary Clinton mengatakan, Washington tidak ada hubungannya dengan film kasar yang disiarkan di Internet, yang dia sebut "menjijikkan dan tercela".

Atas aksi protes tersebut, empat pejabat AS, termasuk duta besar untuk Libya tewas di Benghazi pada Selasa setelah protes atas film di konsulat AS memanas. Gerakan lain di Yaman juga menyerbu kompleks Kedutaan AS di Sanaa pada Kamis. Bahkan, Ikhwanul Muslimin Mesir juga telah menyerukan demonstrasi damai nasional pada Jumat

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement