REPUBLIKA.CO.ID, Pihak berwenang Libya dan Amerika Serikat (AS) memberikan keterangan yang sangat berbeda mengenai apa yang terjadi dalam serangan terhadap kedutaan AS di Benghazi pada minggu lalu.
Dubes Amerika untuk PBB, Susan Rice mengatakan serangan itu berawal dengan protes spontan menentang video anti-Islam yang sudah memicu protes serupa di Mesir, yang berlanjut dengan diserbunya missi diplomatik AS di sana.
"Orang berkumpul di luar konsulat dan berubah menjadi sangat panas dan mereka yang punya kaitan dengan ekstremis ikut bergabung membawa senjata berat, yang sayangnya cukup lazim terjadi di Libya masa pasca-revolusi, dan setelah keadaan menjadi tak terkendali," kata Dubes Rice kepada Fox News.
Tapi, katanya, ia sekarang ini belum melihat tanda-tanda bahwa kejadian itu merupakan serangan yang terkoordinir dan direncanakan. "Jelas kita akan menunggu hasil pengusutan dan tidak ingin terburu-buru mengambil kesimpulan," ujarnya.
Akan tetapi, ketua Parlemen Libya --sewaktu mengumumkan penangkapan 50 orang tersangka-- mengatakan serangan itu dilancarkan sejumlah ekstremis asing yang katanya memasuki Libya dari Mali dan Aljazair, yang telah merencanakannya berbulan-bulan dengan afiliasi dan para simpatisan mereka.
Serangan itu menewaskan Dubes AS Chris Stevens dan tiga orang warga Amerika lainnya, yakni dua orang mantan anggota SEALS Angkatan Laut, dan seorang ahli IT.
Alqaidah di semenanjung Arab mengklaim serangan itu merupakan pembalasan atas tewasnya wakil pemimpin Alqaidah, Sheikh Abu Yahya al-Libi, dalam serangan kapal tak berawak dalam Juni, tapi tidak ada bukti nyata untuk mendukung klaim itu.
Pihak berwenang AS pada mulanya lebih condong pada teori serangan itu sudah direncanakan, dengan menyebut kenyataan serangan itu terjadi di hari jadi peristiwa serangan 11 September di New York. Akan tetapi sekarang mereka lebih memilih diam dan mengatakan wartawan hendaknya menunggu hasil pengusutan FBI sebelum buru-buru menyimpulkan.
Komentar Dubes Rice tadi merupakan indikasi terkuat sejauh ini bahwa walaupun seandainya AS percaya serangan itu ulah sekelompok kecil ekstremis, tapi mereka tidak punya bukti untuk mengatakan serangan itu sudah direncanakan sebelum digelarnya protes.
Akan tetapi Senator John McCain dari Partai Republik yang sering mengeritik pemerintah Obama, mengatakan tidak masuk akal kalau orang berpendapat ini bukan serangan terencana oleh para ekstremis. Kata McCain kepada CBS, tidak lazim orang membawa senjata berat dan granat yang diluncurkan roket ke demonstrasi.
Sikap pejabat-pejabat Amerika yang tidak mau memberikan rincian mengenai pengusutan peristiwa Libya berbeda dengan tekad Washington untuk memburu mereka yang menewaskan Dubes Stevens, duta besar AS pertama yang gugur dalam tugas sejak tahun 1979.
Mata-mata, marinir dan pesawat tanpa awak Amerika membantu pihak berwenang Libya dalam upaya pelacakan. Akan tetapi upaya pencarian itu terhambat oleh kaum milisi yang bersaingan dan aliansi suku-suku setelah revolusi yang menggulingkan Muamar Qaddafi tahun lalu.
Dubes Rice membantah pendapat bahwa Amerika tampak tak kuasa menghentikan merebaknya kemarahan di dunia Islam terhadap simbol-simbol pengaruh Amerika, seperti missi diplomatik, perusahaan dan restoran-restoran siap santap Amerika.
Katanya tercetusnya gelombang demonstrasi di Timur Tengah, Afrika Utara, beberapa negara Asia dan Australia dipicu semata-mata oleh film amatir yang mengolok-olok Nabi Muhammad dan bukannya akibat memudarnya popularitas Amerika di dunia Islam.
Kata Dubes Rice, video yang sangat keji dan sangat menyinggung itu tidak ada kaitannya dengan pemerintah Amerika, yang telah menandaskan pandangannya bahwa video itu memuakkan dan patut dicela.