Senin 17 Sep 2012 22:59 WIB

Warga Prancis Kecam Pembantaian Muslim Rohingya

Ratusan Biksu Budha Myanmar menggelar demontrasi menolak keberadaan Muslim Rohingya.
Foto: Sakchai Lalit/AP
Ratusan Biksu Budha Myanmar menggelar demontrasi menolak keberadaan Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sejumlah pengunjuk rasa mengepung Kota Paris, Prancis. Mereka datang untuk mengecam pembantaian kepada umat Muslim Rohingya di Myanmar.

Press TV, Senin (17/9) melaporkan, para pengunjuk rasa mendukung minoritas Muslim Rohingya mendapatkan haknya sebagai warga negara. Mereka menentang adanya diskriminasi dan tindak kekerasan kepada etnis minoritas tersebut.

Sejumlah spanduk berisikan kecaman kepada Pemerintah Myanmar dan dukungan kepada Muslim Rohingya dibentangkan oleh para pengunjuk rasa. 'Hentikan pembunuhan terhadap kaum Muslim di Burma' dan 'Jangan membunuh saudara saya'.

Pemerintah Myanmar menolak mengakui etnis Rohingya dan menyatakan etnis Rohingya bukan penduduk asli Myanmar. Padahal Muslim Rohingya bermigrasi ke Myanmar pada awal abad kedelapan. Tapi Pemerintah Myanmar menilai Muslim Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh.

Serangan brutal kepada Muslim Rohingya setidaknya menewaskan ratusan Muslim Rohingya, sementara ribuan Muslim Rohingya lainnya memilih mengungsi keluar dari Myanmar. Keputusan itu menyusul kecemasan akan pembersihan terhadap Muslim Rohingya yang didukung pemerintah.

"Pertama-tama kelangsungan hidup mereka sangat penting. Jika kita tidak memiliki hak untuk bertahan hidup di tanah air kita, maka hak demokrasi dan manusia tidak ada apa-apanya bagi kita," kata seorang aktivis pro-Rohingya, Maung Hla Aung.

Di kesempatan yang sama, para pengunjuk rasa juga mengkritik aksi diam ikon demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi. Ia dinilai tidak berperan apa-apa untuk menghentikan pembantaian besar-besaran kepada Muslim Rohingya.

"Seorang wanita yang telah ditahan karena pandangan politiknya, seharusnya memiliki kepedulian pada orang lain," tegas Maung Hla Aung.

sumber : Press TV
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement