Selasa 18 Sep 2012 23:11 WIB

MA Pakistan Beri Waktu PM Terkait Korupsi Presiden

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD - Mahkamah Agung Pakistan memberikan waktu lagi kepada Perdana Menteri Pervez Ashraf membuka kembali kasus korupsi terhadap presiden, yang meredakan ketegangan setidaknya untuk sementara antara pengadilan dan pemerintah.

Ashraf, yang dapat dituduh melakukan pelecehan terhadap pengadilan atau menghadapi pemecatan jika tidak ditaati, sampai 25 September untuk mengajukan satu rancangan satu surat kepada pihak berwenang Swiss yang meminta mereka membuka kembali kasus korupsi terhadap Presiden Asif Ali Zardari.

Ashraf, tampaknya dalam satu konsesi mngemukakan kepada Mahkamah Agung ia akan meminta menteri hukum untuk mencabut satu permintaan sebelumnya untuk membekukan penyelidikan korupsi Zardari. Tidak jelas apakah akan membuka kembali satu pemeriksaan.

Kasus itu menimbulkan ketegangan antara pihak pengadilan dan pemerintah di sebuah negara di mana ketegsngan politik sering menggangu para pemimpin mengatasi masslah-mssalah -- dari pengurangan kekuasaan sampai pada pemberontakan Taliban.

Hakim Mahkamah Agung Asif Saeed Khosa mengatakan Ashraf "bebas" melakukan tindakan sampai 25 September. Orang yang digantikan Ashraf, Yusuf Raza Gilani, dinyatakan melakukan pelecehan pengadilan Juni menyangkut masalah yang sama dan dipecat dari jabatannya sebagai perdans menteri.

Zardari, suami mantan perdana menteri (almarhum) Benazir Bhutto adalah ketua berssma Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang memimpin koalisi yang memerintah.

Baik Ashraf dan orang yang digantikannya. Gilani, adalah anggota-anggota senior partai itu dan enggan melakukan tindakan untuk membuka kembali penyelidikan korupsi yang melibatkan pemimpin mereka dan presiden. Jika Ashraf dipecat, PPP dapat menunjuk perdana menteri baru karena partai itu memiliki mayoritas di parlemen.

Ribuan kasus korupsi disingkirkan tahun 2007 oleh undsng-undang amnesti yang disahkan pemerintah mantan presiden Pervez Musharraf, yang membuka jalan kembali pada pemerintah militer.

Dua tahun kemudian, Mahkamah Agung menetapkan perjanjian yang tidak sah, dan perintah untuk membuka kembali kasus pecurian uang terhadap Zardari yang melibtakan rekening-rekening bank Swiss.

Pemerintah menolak menyetujui perintah pengadilan untuk menghubungi pihak berwenang Swiss untuk membuka kembali kasus itu, yang menegaskan Zardari memiliki imunitas sebagai kepala negara.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement