REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD - Tidak aksi unjuk rasa yang dilakukan umat Muslim di dunia terkait film anti-Islam 'Innocence of Muslims', melainkan berupa sayembara. Adalah Menteri Urusan Kereta Api Pakistan, Ghulam Ahmad Bilour, yang mensponsori untuk membunuh sutradara film yang menistakan Nabi Muhammad tersebut.
Seperti diberitakan Radio Australia, Ghulam telah menawarkan dari sakunya sendiri hadiah sebesar seratus ribu dolar bagi barangsiapa yang mampu membunuh sang sutradara yang filmya di produksi di Amerika Serikat (AS) itu.
Sang menteri mengutarakan mungkin pihak Taliban atau Alqaidah berminat untuk memenangkan sayambara tersebut. Sayambara ini diumumkannya sehari setelah 20 orang tewas di Pakistan dalam bentrokan antara polisi dan pemerotes anti-film tersebut.
Sementara itu, Kepolisian kota Sydney di Australia memuji masyarakat Muslim karena mencegah terulangnya unjuk rasa penuh kekerasan yang sempat berkobar Sabtu minggu lalu di pusat kota.
Namun, polisi tetap melakukan pengamanan ketat dan memantau dengan saksama media sosial kalau-kalau ada yang mencoba menghasut dilancarkannya kekerasan. Salah seorang perwira tinggi kepolisian kota Sydney mengakui peran besar yang dimainkan para alim ulama Muslim di kota tersebut.
Di Pakistan, sekitar lima ribu Muslim kembali melancarkan unjukrasa menentang film yang menghina Rasulullah (SAW) itu. Berbeda dari sehari sebelumnya, unjukrasa kemarin berjalan tertib di ibukota Islamabad.
Di kota kedua terbesar di Nigeria, Afrika, yakni Kano, puluhan ribu orang berunjuk rasa menentang film tersebut.
Menurut berbagai laporan, barisan pengunjuk rasa mencapai beberapa kilometer panjangnya di kawasan yang mayoritas penduduknya adalah Muslim itu. Mereka meneriakkan yel-yel "mampus Amerika, mampus Israel dan mampus musuh-musuh Islam."
Di Bangladesh, polisi melepaskan tembakan gas air mata guna membubarkan para pengunjukrasa yang tidak mempedulikan larangan berdemonstrasi untuk menentang film tersebut. Sebuah laporan menyebutkan sekitar 50 orang cedera.
Kelompok milisi militan Libya yang dituding telah membunuh duta besar Amerika di kota Benghazi sebelumnya bulan ini, juga terkait film tersebut, telah dihalau keluar kota dari pangkalan mereka. Para pengunjuk rasa dan
polisi menyerbu markas besar gerakan Anshar ash Shariah itu. Seorang pengunjuk rasa mengaku sudah muak dengan ulah orang-orang bersenjata yang gentayangan di kota tersebut.
Sedangkan di Prancis, polisi melakukan pengawalan ketat untuk mengamankan larangan berunjukrasa berkenaan dengan karikatur anti-Islam yang mencemooh Nabi Muhammad.
Di berbagai tempat di ibukota Paris, polisi anti huru hara dikerahkan berjaga-jaga untuk mengamankan larangan yang dikeluarkan pihak berwenang yang khawatir dilancarkannya reaksi dengan kekerasan oleh Umat Islam untuk memerotes karikatur dalam sebuah majalah yang mengejek Nabi Muhammad itu.
Di Paris, polisi menangkap 21 orang, sementara di kota sebelah utara, Lille, suatu upaya unjukrasa juga berhasil digagalkan. Namun tidak semua berita dari Paris bersifat negatif:
Musium seni mashur di dunia The Louvre, yang terdapat di ibukota Paris, baru saja membuka ruang baru yang sepenuhnya diperuntukkan bagi seni Islam. Diperlukan waktu 10 tahun dan biaya hampir 100 juta Euro untuk mewujudkan ruang pameran baru ini.
Menurut media Inggris, itu merupakan perluasan arsitektur terpenting dan paling inovatif terhadap Musium Louvre. Pendanaannya sebagian berasal dari pemerintah Prancis. Di antara penyumbang lainnya, yang terbesar adalah dari Pangeran Waleed Bin Talal dari Arab Saudi yang memberikan 17 juta Euro.
Menyampaikan sambutan pada upacara pembukaan ruang khusus seni Islam itu, Presiden Prancis mengatakan, kehormatan peradaban Islam jauh lebih tua, jauh lebih hidup dan jauh lebih toleran ketimbang mereka yang sekarang pura-pura berbicara atas nama Islam.
Di antara hiasannya adalah lempeng kaca dan logam yang berliuk yang mengesankan permadani terbang, yang di bawahnya dipamerkan koleksi hasil seni Islam yang terbesar dan terpenting yang terdapat di Eropa.
Di Jerman, 1500 orang di kota sebelah barat Dortmund, berunjukrasa secara tertib, menentang 'film Innocence of Muslims.'