REPUBLIKA.CO.ID, PBB, NEW YORK - Indonesia mendukung penuh permintaan Palestina agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) membuat resolusi untuk mengakhiri jalan buntu perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina.
"Kita dukung seratus persen. Karena jelas, di satu pihak berbagai masalah internasional lainnya dipedulikan, ditekuni oleh Dewan Keamanan sementara masalah Palestina yang puluhan tahun di PBB tidak menunjukkan kemajuan sama sekali," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Markas Besar PBB, New York, Kamis (28/9).
"Jelas bahwa Dewan Keamanan PBB harus terlihat mampu memikul tanggung jawabnya sesuai dengan mandat PBB," tambah Marty ketika ditemui usai melakukan pertemuan dengan para menteri luar negeri ASEAN di sela-sela pelaksanaan Sidang Majelis Umum PBB.
Presiden Palestina Mahmud Abbas ketika menyampaikan pidato pada sidang ke-67 Majelis Umum PBB, meminta Dewan Keamanan untuk segera mengeluarkan resolusi yang akan menjadi dasar bagi Israel dan Palestina untuk meneruskan perundingan perdamaian.
Perundingan damai antara Israel dan Palestina mengalami jalan buntu karena Israel terus melakukan pembangunan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki sehingga Palestina menarik diri dari proses perundingan.
Menlu Marty melihat adanya rasa ketidakadilan yang semakin kuat dalam isu Palestina di tengah banyaknya perubahan di negara-negara kunci di kawasan Timur Tengah.
"Masalah Palestina kesannya semakin tersampingkan. Padahal masalah ini sudah sudah berpuluh tahun. Bahkan sekarang sudah banyak negara baru yang merdeka, menjadi anggota PBB, yang kalau istilahnya itu baru kemarin dulu 'antre', sudah langsung menjadi negara," kritiknya.
Marty menekankan bahwa posisi Indonesia terhadap masalah Israel-Palestina tetap tidak bisa ditawar, yaitu penyelesaian dua negara -- yang berarti Palestina menjadi sebuah negara merdeka dan dapat hidup berdampingan secara damai dengan Israel.
"Tapi sekarang masalahnya di lapangan kondisinya tidak kondusif. Kita lihat Israel terus menerus melakukan tindakan sepihak yang membuat mustahil adanya kemajuan dalam perundingan dengan Palestina," kata Marty. "Yang paling bertanggung jawab atas kegagalan proses perundingan jelas --terang benderang-- adalah Israel," tegasnya.
Presiden Mahmud Abbas meyakini bahwa resolusi Dewan Keamanan sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan visi dua negara, Palestina dan Israel, serta menciptakan perdamaian abadi. Ia mengecam pendudukan Israel di wilayah Palestina, yang disebutnya sebagai 'bencana besar' dan telah mematikan harapan bagi penyelesaian dua-negara dalam konflik Palestina-Israel.
"Berbagai perkembangan dalam setahun terakhir ini membenarkan apa yang telah kami secara terus menerus mintakan perhatian dan peringatkan: bahaya bencana besar pendudukan Israel di negara kami, Palestina," ujarnya.
Dalam pidatonya, Abbas juga mengungkapkan pihaknya akan berupaya mendapatkan peningkatan status Palestina di PBB. Palestina tahun lalu mengajukan status sebagai anggota penuh PBB, namun upaya itu gagal karena terhadang di tingkat Dewan Keamanan PBB oleh Amerika Serikat, anggota DK-PBB yang memiliki hak veto dan merupakan sekutu kuat Israel.
Setelah gagal dengan status sebagai anggota penuh PBB, kali ini Abbas mengatakan akan berupaya meningkatkan status "pengamat permanen PBB" yang saat ini dimiliki Palestina.
Ia mengharapkan Majelis Umum PBB pada bulan-bulan mendatang akan memberikan persetujuan bagi Palestina memiki status "negara bukan-anggota PBB". Peningkatan status tersebut setidaknya akan membuka jalan bagi Palestina ke lebih banyak badan PBB, termasuk Pengadilan Kejahatan Internasional.