Sabtu 29 Sep 2012 23:48 WIB

Mali Siap Berperang demi Rebut Kawasan Utara

Seorang pejuang MUJAO, organisasi ekstremis Islam yang mengendalikan wilayah Gao, Mali Utara.
Seorang pejuang MUJAO, organisasi ekstremis Islam yang mengendalikan wilayah Gao, Mali Utara.

REPUBLIKA.CO.ID,BAMAKO-- Para penguasa Mali siap berperang untuk membebaskan daerah utara dari kelompok bersenjata. Itu adalah pesan yang dikeluarkan Bamako setelah satu pertemuan PBB, kendatipun negara tetangga berkeberatan bagi satuan tugas internasional.

"Kami rasa satu komitmen dari masyarakat internasional kepada pihak kami, satu solidaritas dengan Mali," kata satu sumber yang dekat dengan Presiden Dioncounda Traore kepada AFP, Kamis (27/9).

Ia berbicara dalam satu pertemuan di New York, Rabu, di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, yang membicarakan krisis Sahel. Pihak berwenang Mali tahu bahwa tetangga-tetangga Aljazair sedang berusaha melakukan perundingan dengan Mauritania dan Niger untuk menentang penggelaran pasukan asing di Mali, kata sumber itu.

"Tetapi Paris akan melakukan segala mungkin usaha untuk menyidangkan Dewan Keamanan PBB dan satu resolusi yang mengizinkan intervensi," kata sumber tersebut. Di Bamako "rakyat tidak menanyakan kapan perang akan dimulai? tetapi bagaimana kita menetapkan semua kondisi yang diperlukan untuk dilakukan? Bagi kami intervensi tidak jauh, sedang dipersiapkan," kata sumber tersebut.

Perundingan-perundingan direncanakan pada Oktober di ibu kota Bamako agar seluruh pemain-- partai-partai politik, asosiasi-asosiasi sipil, badan-badan keagamaan dan militer- dapat menyetujui bagaimana transisi politik harus ditangani, kata satu sumber di kantor kepresidenan.

Pembentukan satu Dewan Tinggi Negara telah diusulkan dengan dua wakil presiden, satu akan bertanggung jawab bagi pertahanan. Jabatan itu mungkin akan diberikan kepada pemimpin kudeta Kapten Amadou Haya Sanogo.

Satu komite khusus dapat dibentuk untuk melakukan perundingan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang kini menguasai daerah utara negara itu.

Tetapi pihak kantor presiden mengatakan jika ada perundingan maka itu harus dilakukan dengan kelompok gerilyawan separatis Tuareg Gerakan Nasional bagi Pembebasan Azawad (MLA); barangkali bahkan dengan Ansar Dine (Pembela Agama) kelompok Islam yang dipimpin mantan gerilyawan Tuareg Iyad Ag Ghaly.

Tetapi mereka tidak bersedia duduk bersama dengan Gerakan bagi Tauhid dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO) begitu juga dengan Al Qaida di Magreb Arab.

Juru bicara Eropa MNLA Mossa Ag Attaher mengirim surat kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon bahwa kelompok mereka "hanyalah sekutu yang objektif, dapat dipercaya dan tidak dapat dihindarkan dalam perjuangan menghadapi kekuatan gelap yang ditanamkan" di Mali utara. Masalah itu adalah MNLA sebagian besar diabaikan oleh kekuatan-kekuatan Islam yang kini menguasai daerah utara.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement