Rabu 10 Oct 2012 08:23 WIB

15 Tokoh Gereja AS 'Pertanyakan' Bantuan Militer ke Israel

Seorang bocah Palestina terbaring di rumah sakit akibat serangan peluru kendali Israel di Rafah, Gaza selatan, Ahad lalu (7/10). Serangan itu menewaskan dua warga palestiina dan mencederai delapan yang kebetulan berada di lokasi.
Foto: Reuters/Ahmed Zakot
Seorang bocah Palestina terbaring di rumah sakit akibat serangan peluru kendali Israel di Rafah, Gaza selatan, Ahad lalu (7/10). Serangan itu menewaskan dua warga palestiina dan mencederai delapan yang kebetulan berada di lokasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, DC – Pemimpin gereja di Amerika Serikat (AS) dan sejumlah organisasi keagamaan lainnya meminta Kongres mengevaluasi bantuan militer AS ke Israel. Mereka khawatir, dukungan militer itu disalahgunakan dan malah terus menjerumuskan Palestina dalam penjajahan Israel.

Suara sekitar 15 pemimpin agama itu disampaikan dalam surat ke Kongres pada Senin lalu (8/10), demikian dilaporkan laman Jewish Telegraphic Agency (JTA), Selasa, dan Presbyterian News Service. Lebih jauh lagi, mereka meminta AS menginvestigasi kemungkinan adanya pelanggaran regulasi terkait bantuan AS ke pihak lain (US Foreign Assistance Act) dan regulasi ekspor senjata AS (US Arms Export Control Act).

“Sebagai pemimpin umat Kristiani di AS, kewajiban moral kami adalah mempertanyakan bantuan finansial tanpa syarat dari AS yang terus berlangsung kepada pemerintahan Israel. Menyadari bahwa perdamaian yang adil yang abadi mematok syarat kekuatan hukum, maka bantuan militer AS kepada Israel –yang ditawarkan tanpa syarat atau dasar hukum- hanya akan mempertahankan status quo dan penjajahan militer Israel di wilayah Palestina,” demikian isi surat yang ditandatangani antara lain tokoh gereja Lutheran, Metodist, persekutuan gereja United Church of Christ (UCC), gereja Baptist, dan National Council of Churches. 

“Karenanya kami memohon, Kongres yakin akan dasar hukum atas bantuan militer AS kepada pihak dalam pemerintahan Israel sesuai dengan hukum dan kebijakan AS.”  

Kelompok ini menyatakan telah bekerja sama dengan umat Kristiani di Palestina untuk menciptakan masyarakat madani yang damai di Palestina. Bagi mereka surat tersebut adalah “untuk menyampaikan kekhawatiran kami yang mendalam mengenai ketimpangan kondisi di Israel dan daerah Palestina yang dijajah.” 

“sangat disayangkan bahwa bantuan tanpa syarat yang diberikan AS kepada Israel berperan dalam terciptanya ketimpangan, konflik yang terus berlangsung, dan merusak keamanan jangka panjang baik bagi warga Israel maupun Palestina,” tulis mereka, sambil mengutip laporan hak asasi manusia di Israel dan Palestina yang ditulis Departemen Luar Negeri AS pada 2011.

Meski mengakui bahwa Israel dan Palestina sama-sama bertanggungjawab atas kondisi di wilayah tersebut, namun para tokoh ini menyebutkan, “pemerintah Israel konsisten mengabaikan kebijakan AS yang mendukung perdamaian yang adil dan abadi.” Terkait poin ini, mereka menyebutkan Israel terus melanjutkan pembangunan permukiman Yahudi di tanah Palestina meski AS berulangkali meminta proses itu dihentikan. 

Surat para tokoh Kristiani ini mendapat kritik keras dari kelompok lobi Yahudi di AS. Kelompok lobi pro-Israel di AS, Jewish Council for Public Affairs (JCPA) menentang usul evaluasi atas bantuan AS terhadap Israel.

“Bantuan AS kepada Israel adalah ‘tanpa syarat’, seperti yang disebutkan dalam surat tersebut. Ini justru mencerminkan adanya tujuan bersama demi perdamaian dan keamanan dan hal ini penting untuk mendahulukan unsure keamanan bagi kedua pihak,” kata Presiden JCPA, Steve Gutow.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement