Sabtu 13 Oct 2012 22:49 WIB

Ironis, Krisis Ekonomi Palestina Kian Parah

Pekerja Palestina antre untuk melintas ke Israel di pos Qalqiliya, Selasa lalu (9/10).
Foto: AP/Nasser Ishtayeh
Pekerja Palestina antre untuk melintas ke Israel di pos Qalqiliya, Selasa lalu (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIT EL - Bagi warga Palestina, kantor koordinasi militer Israel di pinggiran Yerusalem adalah simbol kendali Israel atas hidup mereka selama beberapa dekade. Ironisnya, kini kantor itu pula yang menjadi sumber harapan akan peluang lapangan kerja ketika krisis ekonomi mendera.  

Israel dilaporkan mengeluarkan lebih banyak lagi izin kerja bagi warga Palestina untuk bekerja di Israel. Sementara Israel khawatir jika krisis ekonomi mendalam di Palestina akan menciptakan kerusuhan di perbatasan wilayahnya. Konvensi Jenewa memang mewajibkan negara penjajah antara lain membuka pintu ekonomi, kesehatan, dan akses bagi warga negara yang dijajahnya.

Dengan peluang kerja di Israel ini, maka pemandangan antrean warga Palestina setiap paginya di perbatasan menjadi pemandangan biasa. Sebagian besar dari mereka yang bekerja di Israel biasanya merambah bidang jasa angkutan furnitur, menjadi tukang kebun, tukang bangunan, dan sejumlah pekerjaan kasar lainnya.

Menurut data PBB, saat ini tingkat pengangguran di Tepi Barat mencapai 17 persen. Namun, jumlah sebenarnya tampaknya lebih besar lagi.    

"Seperti mimpi rasanya untuk mendapatkan izin dan bekerja di Israel," kata Kayed Ashkar (45 tahun). "Dulu saya bekerja di sana dan mendapat uang yang memadai untuk menghidupi keluarga," kata mantan pelayan restoran ini. Kini keluarganya yang memiliki lima anak ini hanya mengandalkan gaji pas-pasan sang istri yang bekerja di gedung pernikahan. 

Ada beberapa penyebab dari krisis di negara yang terus dijajah ini, antara lain ketergantungan Palestina terhadap donor asing. Sedangkan dukungan dan janji bantuan asing termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Arab pun tak kunjung datang.

Lebih jauh lagi, Israel juga menguasai 60 persen dari Tepi Barat, menekan pertumbuhan dan pembangunan di Palestina. Keamanan Israel juga mengekang kemampuan Palestina untuk melakukan ekspor dan impor. Bank Dunia menilai, langkah Israel menghapus sejumlah pos pengamanan belumlah cukup untuk memberi keleluasaan bagi Palestina untuk tumbuh. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement