Rabu 17 Oct 2012 00:39 WIB

OKI: Kebebasan Bicara Barat Hambat Aturan Penghujatan Agama

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Dewi Mardiani
Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI) Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu
Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI) Prof. Ekmeleddin Ihsanoglu

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Oposisi barat membuat negara-negara muslim mustahil memperoleh sebuah peraturan yang melarang penghujatan agama. Aturan yang diajukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tersebut menyusul banyaknya video dan kartun anti-Islam yang telah memicu banyak kerusuhan.

Sekretaris OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan, 57 negara anggota OKI tidak akan lagi meminta dukungan PBB terkait aturan yang melarang penghinaan agama tersebut. Padahal, OKI telah meminta dukungan PBB sejak tahun 1998 hingga 2011. "Kami tidak bisa meyakinkan mereka. Negara-negara Eropa tidak mendukung kami, Amerika tidak pernah setuju dengan kami," ujarnya.

Ihsanoglu menegaskan, OKI dalam sebuah konferensi di Istanbul akhir pekan lalu telah memutuskan tak akan lagi meminta dukungan PBB. Kampanye diplomasi yang panjang pun enggan dihelat kembali.Kebebasan, alasan utama negara barat enggan mendukung peraturan tersebut.

Publikasi gambar maupun video dianggap Barat sebagai kebebasan berbicara. "Kami menghormati kebebasan berekspresi, tapi kami memandang unsur anti Islam di dalam video dan kartun telah menyalahgunakan makna kebebasan. Negara-negara Barat semestinya dikenai sanksi atas penghujatan mereka atau atas kebencian terhadap hukuman kejahatan," kata Ihsanoglu.

Sejak tahun 1998, 57 negara anggota OKI menduduki posisi mayoritas baik dalam tubuh PBB maupun dalam Majelis Umum PBB terkait resolusi tak mengikat dalam memerangi fitnah agama. Saat itu, Barat telah menganggapnya sebagai ancaman kebebasan berbicara. Namun dukungan kepada OKI terus mengalir bahkan di tahun 2010 memperoleh 50 persen lebih suara.

Resolusi tersebut melemah sejak menguatnya negara Barat dan tumbuhnya sikap oposisi dari Amerika Latin. Melalui suara bulat, AS dan Uni Eropa membuat resolusi yang lebih umum. Sengketa panjang pun terjadi antara negara barat dan negara Islam. Padahal pertentangan intoleransi beragama, kata Ihsanoglu, disebut dalam Konvensi Internasional tahun 1966 tentang hak sipil dan politik serta dalam Resolusi Majelis Umum PBB tahun 2001.

Menurutnya, hal itu cukup menjadi dasar bagi anggota PBB mengambil tindakan hukum. "Kita memiliki hukum yang cukup dan kita perlu mengimplementasikan hukum ini," ujarnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Turki, Tayyip Erdogan mengatakan, pihaknya tak terima dengan alasan kebebasan barat tersebut. Tak hanya untuk agama Islam, kata Erdogan, aturan tersebut pun akan melarang penghujatan kepada agama lain. "Kami tidak bisa menerima penghinaan terhadap Islam dengan kedok kebebasan berpikir. Kami Muslim menginginkan kehormatan yang sama seperti dalam budaya Yahudi yang juga kamu dukung," ujarnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement