REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) bakal menggunakan strategi pendekatan lintas agama untuk membantu krisis kemanusiaan yang masih menimpa etnis Muslim Rohingya di Myanmar.
Tim pengaju BSMI akan berangkat ke Myanmar selama 10 hari dengan menjajaki komunitas penganut Buddha, Tzu Chi serta persatuan dokter Myanmar untuk memuluskan jalan masuknya.
"Tim pertama akan berangkat Sabtu (20/10) pagi sampai 30 Oktober mendatang dengan upaya mandiri. Kami berusaha menyalurkan dana dari donatur sebesar Rp 200 juta," ungkap Ketua Tim BSMI di Myanmar, Muhammad Rudi di kantornya, Jumat (19/10).
Tim perdana ini hanya terdiri dari dua orang saja. Yakni, Rudi dan dokter spesialis anak dari Yogyakarta, Bambang Edi Susyanto. Mereka bakal mengumpulkan data-data awal sebagai acuan tindakan bagi tim kedua yang menyusul di sesi berikutnya.
Data yang dikumpulkan terdiri dari kebutuhan pelayanan kesehatan seperti obat bagi anak-anak, wanita, dan lansia. Kemudiann kebutuhan logistik berupa makanan anak dan bahan pangan pokok. Mereka juga bakal menjajaki kemungkinan menyelenggarakan pemyembelihan hewan qurban bagi pengungsi di Rakhine dan Rohingya.
Selain itu, BSMI akan mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangoon untuk mengetahui data dan info terakhir terkait konflik yang terjadi, juga survei terkait kebutuhan bantuan yang dibutuhkan.
"Kegiatan kemanusiaan BSMI ini diharapkan menjadi upaya yang berkelanjutan hingga nanti konflik Rohingya menemui titik terang penyelesaian yang memuaskan," terang Rudi.
Sekjen BSMI ini terkesan optimis meski berbagai hambatan birokrasi di Myanmar siap membelit. Antisipasinya, cetus Rudi, BSMI menjajaki kerjasama dengan komunitas pemeluk agama Buddha Tzu Chi. Serta menjalin komunikasi informal dengan persatuan dokter di Myanmar.
Kedua upaya membuka jejaring tadi ditempuh agar rencana mereka tetap berjalan meski terbatasi pemerintahan setempat. BSMI belajar dari pengalaman yang diceritakan perwakilan dari beberapa lembaga kemanusiaan yang telah menyalurkan bantuan ke Myanmar. Begitu juga pengalaman BSMI di tanah Gaza, Palestina maupun Somalia.
"Bismillahirrohmanirrohim, semoga niat kami untuk membantu sessama umat diberi kemudahan. Kami sudah berusaha dengan prinsip kehati-hatian," tutur Rudi.
Rudi juga berharap, kelak jika tim kedua sudah dipersiapkan, ada bantuan dari Kementerian Luar Negeri RI untuk menerbitkan nota diplomatic. Sehingga bantuan kemanusiaan tidak terlambat tersalurkan di Myanmar.
Pasalnya, jelas Rudi, tekanan dunia internasional untuk penyelesaian krisis Rohingya selama ini tidak didengar pemerintah Myanmar. Hal ini menyebabkan nasib muslim Rohingya kian tidak jelas. "Akan tetapi bantuan terus bergulir meski menghadapi banyak kesulitan," harap Rudi.