REPUBLIKA.CO.ID, GAZA --- Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyerang Jalur Gaza, Palestina. Serangan dilakukan melalui udara, menewaskan sedikitnya empat orang, tiga di antaranya adalah sipil. Puluhan warga sipil lainnya juga mengalami luka serius.
Militer Israel mengatakan, "Angkatan udara (Israel) menargetkan situs-situs peluncuran roket di utara (Jalur Gaza). Selain itu tembakan tang juga diarahkan ke sesaran," dalam pernyataan tersebut, seperti dikutip stasiun berita Qatar, Aljazirah, Rabu (24/10).
BBC News melansir serangan kali ini balasan dari serangan roket Hamas. Dikatakan 60 roket diterbangkan untuk menghantam kota-kota di Israel pada Rabu. Juru Bicara Kepolisian Israel, Micky Rosenfeld, mengatakan tiga pekerja berwarganegara Thailand tewas.
Rangkaian ledakan besar juga terjadi sebelumnya. Rabu pagi satu polisi Israel tewas dalam ledakan tersebut. Komite Perlawanan Rakyat Paletina (PRC) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menegaskan akan 'melumat' setiap serangan yang dilakukan Hamas. Kata dia, serangan-serangan tersebut adalah wujud terorisme yang didukung dan didanai oleh Iran. Dia mengatakan tidak ada pilihan melawan tindakan terorisme selain melawannya melalui peperangan. Kata dia setiap serangan teroris akan dibalas dengan kekuatan maksimal.
"Hari ini kami terlibat dalam melawan agresi teroris yang berasal dari perbatasan selatan kami di Gaza. Tetapi sebenarnya berasal dari Iran," kata Netanyahu, seperti dilansir laman France 24, Rabu.
Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak, mengatakan kepada Radio Tentara Israel bahwa negara zionis itu tidak akan menyerah kepada setiap serangan yang datang dari Hamas. "Tentara Israel akan menanggapinya dengan akurat dan dalam cara yang tepat," kata dia.
Aksi saling serang di Jalur Gaza sudah terjadi sejak Ahad (21/10). Eskalasi serangan semakin gencar pascakunjungan Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani, mengunjungi Hamas. Sheikh adalah kepala negara pertama di dunia yang mengunjungi Jalur Gaza, setelah Hamas menguasai kawasan tersebut sejak 2007.