Jumat 26 Oct 2012 18:25 WIB

PBB dan AS Desak Myanmar Akhiri Kekerasan di Rakhine

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Dewi Mardiani
Muslim Rohingya
Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak seluruh pihak terutama pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan di Arakan atau Rakhine. Pemerintah Myanmar diminta segera mengakhiri diskriminasi terhadap Muslim Rohingya.

Juru Bicara AS, Victoria Nuland mengatakan, AS sangat prihatin terhadap kekerasan etnis dan sekte di Rakhine Myanmar yang terus meningkat. Desakan penghentian serangan pun dilontarkan AS kepada seluruh pihak uang terlibat dalam kekerasan tersebut terutama pemerintah Myanmar.

AS meminta perdamaian diciptakan di kawasan tersebut. "Amerika Serikat mendesak pihak terkait menahan diri dan segera menghentikan serangan. Kami bergabung dengan komunitas internasional dan menyerukan seluruh pihak berwenang baik negara Myanmar, termasuk pemerintah, serta para tokoh masyarakat dan agama untuk segera mengambil tindakan penghentian kekerasan yang tengah berlangsung," kata Nuland seperti dilansir Irrawady. 

Dia mengatakan, AS meminta agar pemerintah Myanmar memberikan hak kemanusiaan penuh kepada daerah kekerasan dan memulai dialog merumuskan resolusi damai. "Pemerintah diminta menjamin penyelidikan yang cepat dan transparan dalam insiden ini dan sebelumnya," kata Nuland.

Dikatakannya, perlu adanya sikap saling menghormati antar etnis dan agama di Arakan. Rekonsiliasi nasional juga perlu digarap serius oleh pemerintah Myanmar. Sebagai negara demokrasi, menurut Nuland, Myanmar semestinya memandang hal-hak seluruh warga dengan etnis dan agama yang beragam.

Pihak AS, kata Nuland, telah beberapa kali menggelar pertemuan dengan pemerintah Myanmar untuk membahas masalah HAM di negara Asia Tenggara tersebut. Para pejabat AS pun telah berkunjung ke Arakan Utara sebanyak lima kali sejak kekerasan pecah di bulan Juni lalu.

Dalam hal kewarganegaraan, muslim Rohingya belum diakui sebagai warga negara Myanmar. Pemerintah Myanmar yang didominasi umat Buddha menganggap 800 ribu rohingya merupakan imigran ilegal dari Bangladesh. Sementara Bangladesh, sejak tahun 1992 telah menolak memberikan status kewarganegaraan bagi Muslim Rohingya.

Kekerasan di Arakan telah menyebabkan lebih dari 850 ditahan dan puluhan ribu orang mengungsi. Reuters mengabarkan, sejak kerusuhan Juni tercatat 80 orang tewas dan 75 ribu orang terlantar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement