REPUBLIKA.CO.ID, Pemberontak Suriah mengumumkan gagalnya gencatan senjata selama peringatan Idul Adha, di mana dilaporkan paling tidak 150 tewas dalam dua hari. Gencatan senjata sementara yang dinyatakan di Suriah dalam rangka peringatan Idul Adha kini telah berantakan.
Gencatan senjata empat hari yang diatur utusan perdamaian PBB Lakhdari Brahimi itu buyar tidak lama setelah dinyatakan dimulai.
Gencatan sejata yang disetujui dengan syarat rezim Presiden Bashar al-Assad dan Tentara Suriah Merdeka pada Kamis itu sedianya memberi peluang untuk pertama kalinya bisa menghentikan pertempuran setelah konflik selama 19 bulan.
Akan tetapi di hari pertama gencatan senjata, yakni Jumat, terjadi pertarungan antara tentara dan pemberontak di seluruh negeri, di mana para aktivis mengatakan sekitar 200 orang tewas. Pada Jumat itu terjadi bentrokan di utara, dan sebuah bom mobil meledak di sebelah selatan ibukota, Damsyik.
Pertempuran terjadi lagi di pada Sabtu dan dikabarkan terlihat pesawat tempur pemerintah terbang di atas kota Aleppo dan di atas Damsyik.
Komandan pemberontak di Aleppo, Abdel Jabbar al-Okaidi, menegaskan pihaknya tidak melanggar gencaran senjata dan hanya melakukan tindakan defensif.
"Saya berada di beberapa garis depan kemarin dan tentara tidak henti-hentinya melakukan gempuran," kata Okaidi. "Misi kami adalah membela rakyat, bukan kami yang melakukan serangan," ujarnya lagi.
Okaidi menilai prakarsa gencatan senjata ini sudah mati sebelum dimulai, dan ia mengatakan masyarakat internasional hendaknya berhenti mempercayai rezim Assad.
"Rakyat Suriah telah menjadi kelinci percobaan setiap kali ada utusan internasional yang mencoba melakukan prakarsa, sementara kami tahu bahwa rezim Assad tidak akan mematuhinya."
Organisasi Pemantau HAM Suriah yang merupakan monitor utama konflik itu mengatakan, 146 orang tewas dalam pemboman dan pertempuran Jumat, yakni 53 warga sipil, 50 pemberontak dan 43 tentara pasukan Assad. Dikatakan, tindak kekerasan baru pada Sabtu di berbagai kota menewaskan paling tidak 13 orang.
Menurut organisasi HAM itu, lebih dari 35-ribu orang tewas dalam konflik yang dimulai sebagai pemberontakan anti-rezim tapi berkembang menjadi perang saudara antara kaum pemberontak yang pada umumnya golongan Sunni dan rezim Presiden Assad yang didominasi oleh golongan minoritas Alawiyah yang sempalan Syiah.
Dalam beberapa minggu terakhir, sampai 200 orang tewas setiap harinya di Suriah. Pasukan pemerintah dan kaum pemberontak telah menyetujui seruan utusan PBB Brahimi untuk meletakkan senjata selama 4 hari peringatan Idul Adha, tapi keduanya menyatakan berhak untuk merespon serangan.
Brahimi sedianya mengharapkan gencatan senjata ini akan menghasilkan gencatan senjata yang lebih permanen, dimana ia bisa mengupayakan dicapainya solusi politik dan membawa bantuan ke daerah-daerah yang menderita akibat perang.