Selasa 30 Oct 2012 20:00 WIB

Unjuk Rasa dan Pertemuan Dilarang di Bahrain

Warga Bahrain (ilustrasi)
Foto: Hamad I Mohammed/Reuters
Warga Bahrain (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bahrain Sheikh Rashid bin Abdullah al-Khalifa mengatakan, Bahrain melarang semua unjuk rasa dan pertemuan untuk menjamin keamanan. Pernyataan itu disampaikan dia setelah bentrokan meletus antara pengunjukrasa Syiah dengan pasukan keamanan negara Teluk yang diperintah Sunni itu, Selasa (30/10).

Pengumuman itu disiarkan kantor berita resmi BNA, yang mengatakan keputusan tersebut dibuat untuk memelihara ketenangan masyarakat. Menteri itu menegaskan bahwa protes-protes oposisi baru-baru ini yang dipimpin gerakan Al-Wefaq Syiah dinodai dengan "tindakan sabotase" dan para pengunjuk rasa"menyerukan penggulinan pemerintah."

"Pemerintah memutuskan pelarangan semua unjuk rasa dan pertemuan (untuk menjamin) keamanan ditegakkan," kata pernyataan itu.

Pernyataan itu memperingatkan bahwa "setiap unjuk rasa atau pertemuan yang tidak sah akan ditangani melalui tindakan-tindakan hukum terhadap mereka menyerukannya dan para peserta."

Pihak berwenang menolak permohonan Al-Wefaq untuk melakukan satu unjuk rasa Ahad petang di Akar, satu desa dekat ibu kota Manama tempat satu bom menewaskan seorang polisi pada 18 Oktober.

Gerakan oposisi kemudian menyelenggarakan satu demonstrasi, dengan persetujuan pihak berwenang, dan ketika orang turun ke jalan mereka meneriakkan "Ganyang Hamad," mengacu pada raja Bahrain.

Selama beberapa hari pekan lalu polisi mengatakan mereka terlibat bentrokan dengan para pemrotes di desa-desa dekat Manama, dengan menggunakan peluru membubarkan mereka setelah diserang dengan bom-bom Molotov dan besi batangan oleh para pengunjuk rasa.

Bahrain dilanda kerusuhan sejak pasukannya menumpas satu protes rakyat yang dilakukan para anggota Syiah penduduk mayoritasnya Maret tahun lalu.

Para penguasa Sunni negara itu dikecam keras oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia atas tidakan kejam pihak aparat keamanan yang menimbulkan korban jiwa.

Menurut Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia, sejumlah 80 orang tewas di Bahrain sejak kerusuhan dimulai 14 Februari 2011.

Pemerintah mengatakan lebih dari 1.500 polisi juga cedera di Bahrain, tempat pangkalan Armada Kelima Amerika Serikat dan terletak di jalur Teluk yang strtegis dari Iran. 

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement