Rabu 31 Oct 2012 21:15 WIB

Atasi Suriah, Brahimi Minta Dukungan Cina

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Diplomat kawakan Aljazair Lakhdar Brahimi
Diplomat kawakan Aljazair Lakhdar Brahimi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Utusan PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi bertemu dengan Menteri Luar Negeri Cina, Rabu (31/10). Kunjungannya ke Cina dalam rangka upaya internasional untuk mengakhiri perang sipil Suriah.

Saat acara pembukaan, Brahimi meminta keterlibatan cina dalam mengatasi konflik Suriah yang sudah berlangsung 18 bulan tersebut. Kepada Menlu Cina, Yang Jiechi, Brahimi mengatakan harapannya agar Cina dapat memainkan peran aktif dalam mengatasi perang sipil di negara itu.

Pertemuan di Beijing tersebut diadakan usai kegagalan genjatan senjata di Suriah yang diusulkan Brahimi. Serangan kembali terjadi pada hari kedua genjatan senjata baik dari pihak rezim Bashar Al-Assad maupun pihak oposisi. Lebih dari 500 orang tewas selama empat hari terakhir yang semestinya menjadi hari genjatan senjata.

Sebelumnya dikabarkan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi upaya Brahimi dalam menghentikan krisis Suriah. "Kami konsisten menyatakan penghargaan dan dukungan terhadap Brahimi dan kami proaktif mengusulkan agar seluruh pihak terkait di Suriah menanggapi usulan Brahimi menghelat genjatan senjata di Suriah selama liburan Idul Adha," ujar Lei.

China bersama Rusia telah memveto resolusi PBB yang mengecam rezim Presiden Suriah Bashar Al-Asad. Meski demikian, Cina telah menunjukkan sikap tak memihak di Suriah bahkan mendesak pemerintah Assad bernegosiasi dengan oposisi untuk mengambil langkah tuntutan perubahan politik.

Cina pun mendukung pembentukan pemerintahan transisi di Suriah. Masyarakat internasional pun dilanda kebingungan mencari jalan keluar konflik Suriah. AS, negara barat dan beberapa negara Arab telah mendesak Assad untuk mundur dari jabatan presiden.

Namun Rusia, Cina dan Iran dinilai masih terus mendukung Assad. Sejak pertempuran meletus Maret 2011 lalu, tercatat 35 ribu tewas dalam konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement