REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menyatakan, gangguan kekuatan hegemoni global terhadap Iran tidak akan pernah berakhir dan hanya akan membuat bangsa Iran lebih kuat.
"Kegagalan plot berkesinambungan AS dimulai sejak tahun 1979, dan bukan satu-satunya kekalahan mereka di hadapan bangsa Iran, dan mereka akan selalu gagal di wilayah ini, dan apa yang terjadi sekarang di Afrika Utara dan dunia Arab, serta eskalasi kebencian bangsa-bangsa terhadap AS juga termasuk di antara kegagalan mereka," kata Rahbar, Rabu (31/10), seperti dilaporkan Kantor Berita Fars.
Menjelang Hari Mahasiswa Iran, pada 3 November, Ayatullah Khamenei menegaskan, selama 34 tahun terakhir, bangsa Iran semakin kuat dan kokoh, sementara kekuatan AS menurun.
"Salah satu jargon yang diusung AS adalah pemberantasan terorisme ... namun sekarang pemerintah AS bergabung dengan teroris dan bahkan mendukung Organisasi teroris Mujahidin-e Khalq (MKO) dan menghapusnya dari daftar hitam," tekan Rahbar.
Mengacu pada klaim AS terkait dukungan demokrasi, Ayatullah Khamenei menegaskan, "AS mendukung penuh para penguasa despotik dan yang paling totaliter di kawasan dan dunia, telah diketahui semua orang."
"Prinsip lain yang mereka klaim adalah dukungan terhadap hak asasi manusia, sementara langkah-langkah anti-kemanusiaan terburuk di dunia berkat dukungan AS, dan rezim Zionis yang secara terang-terangan melanggar hak-hak bangsa Palestina dan selama 60 tahun mendapat dukungan penuh dari AS," tuturnya.
Ayatullah Khamenei juga menilai pengabdian penuh AS terhadap Israel sebagai contoh lain dari pengingkaran pemerintah Amerika terhadap nilai dan prinsip-prinsip yang diklaimnya. "Sangat memalukan, kandidat [presiden AS] harus bersaing dalam perdebatan untuk membuktikan loyalitas mereka kepada rezim Zionis," ujarnya.
Rahbar juga menyinggung krisis ekonomi yang sedang terjadi di Amerika Serikat, dan mengatakan, ketika para pejabat AS mengklaim negaranya sebagai negara terkaya di dunia, pada kenyataannya, Amerika telah menjadi negara yang paling banyak berhutang.