Jumat 02 Nov 2012 00:17 WIB

Sekali Lagi, Rusia dan Cina Ingatkan Barat Soal Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, Rusia mengingatkan, rencana Barat dan Arab terkait rencana penggulingan Presiden suriah Bashar Al Assad. Sebab, jika tindakan itu dilakukan justru akan menimbulkan pertumpahan darah di Suriah, sebagaiamana yang telah terjadi di Libya.

Bahkan, langkah penggulingan Assad itu oleh menurut sekutu dengan Suriah itu sebagai sebuah mimpi besar negara Barat. "Jika posisi mitra-mitra kami tetap pada kepergian pemimpin yang tidak mereka sukai ini, pertumpahan darah akan terus terjadi," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, seperti dilansir News.com.au, Kamis (1/11).

"Berspekulasi mengenai hal itu, sama seperti berangan-angan, bahwa jika pemerintah Suriah terguling, semuanya akan kembali seperti semula," kata Lavrov. "Jika ini merupakan prioritas bagi seseorang, pertumpahan darah akan berlanjut," katanya lagi.

Ditegaskan Lavrov, nasib Assad harus diputuskan oleh rakyat Suriah sendiri. Pejabat tinggi Rusia itu pun mendesak adanya upaya-upaya untuk menemukan solusi politik bagi konflik Suriah. Menurut dia, tak ada solusi militer untuk menyelesaikan krisis berkepanjangan di Suriah tersebut.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Cina, Yang Jiechi Rabu (31/10) juga menekankan pentingnya solusi politik untuk konflik Suriah, dan mendesak semua pihak menghentikan perang dan kekerasan.

Solusi politik itu disampaikan Yang saat bertemu dengan utusan khusus PBB-Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi yang mengunjungi Cina, sebagaimana dilaporkan Xinhua.

Menurutnya, situasi di keamanan Suriah sangat berdampak di Timur Tengah. "Sebuah resolusi politik adalah satu-satunya pilihan tepat di Suriah." Tegasnya.

"Masa depan Suriah harus ditentukan oleh rakyat Suriah sendiri, kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas teritorial harus dihormati dan dipelihara semua pihak," kata Yang.

Lavrov pun menyerukan negara-negara Barat dan Turki untuk bernegosiasi dengan Assad. Sebelumnya, pemerintah Turki menegaskan bahwa tak ada gunanya melakukan dialog dengan rezim Assad, yang disebut Turki sebagai rezim yang membantai rakyatnya sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement