REPUBLIKA.CO.ID, VALLE DEL CAUSA -- Sebuah bom di dalam koper meledak di dekat alun-alun Pradera, Valle del Cauca Kolombia, Kamis (1/11). Saat itu 5.000 anak tengah merayakan Halloween di sana. Akibatnya, 37 orang terluka dua anak laki-laki, di antaranya dalam kondisi kritis.
Kepala keamanan setempat, Caesar Leyton, mengatakan tersangka terlihat membawa koper menggunakan sepeda kemudian menaruhnya di sekitar dua blok dekat alun-alun. Padahal ribuan anak tengah berkumpul di taman kota tersebut.
Leyton mengatakan, tujuh korban luka dirawat di rumah sakit. Dua anak laki-laki usia 9 tahun dan 11 tahun juga dilarikan ke rumah sakit di ibu kota Cali dalam kondisi kritis karena menderita luka di kepala. Sebanyak 14 anak-anak lain juga dalam kondisi cedera.
Seorang ibu rumah tangga, Alba Nelly (45 tahun), saat kejadian berlangsung tengah mengantarkan putrinya yang lumpuh untuk merayakan Halloween. Dia pun ikut menderita luka akibat bom tersebut. "Kacau, mengerikan. Kami merayakan Halloween dan putri saya sedang membagikan permen kepada orang-orang lewat," ujarnya, seperti dilansir Aljazirah, Jumat (2/11).
Kepala Kepolisisan Daerah, Kolonel Nelson Ramirez mengatakan, bom tersebut meledak salah sasaran. Target bom diprediksi Ramirez merupakan pos polisi Pradera yang berada di blok lokasi ledakan. Namun justru melukai pengunjung alun-alun.
Jenis bom tersebut adalah yang dipicu dengan ponsel. Ramirez juga mengatakan, pelaku diduga merupakan anggota sindikat perdagangan narkoba yang bersekutu dengan pemberontak kelompok bersenjata revolusioner Kolombia, FARC.
Kota Pradera merupakan kawasan berpenduduk 60 ribu jiwa dengan pengaruh FARC yang sangat kuat. Pasukan keamanan dan pasukan FARC pun seringkali saling serang di kota tersebut. Adapun FARC, selama bertahun-tahun meminta penarikan militer dan menegosiasikan pertukaran tahanan kepada pemerintah. Namun pemerintah Kolombia terus saja menolak.
Konflik pemerintah dan FARC telah berlangsung hampir setengah abad. Perjanjian damai dihelat Presiden Juan Manuel Santos dengan FARC pada 18 Oktober untuk menghentikan konflik. Sedikitnya 3.000 nyawa melayang akibat konflik tersebut.