REPUBLIKA.CO.ID, Di bawah guyuran hujan, satu persatu para imigran asal Rohingya, Myanmar dan satu wanita asal Indonesia tiba di Kantor Imigrasi Kota Sukabumi, Jumat (2/11) sore. Mereka tampak lelah setelah menempuh perjalanan yang panjang dari Malaysia hingga akhirnya terdampar di Perairan Sukabumi
Para imigran Rohingya yang berjumlah tujuh orang ini diamankan Polres Sukabumi di Pantai Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi Jumat pagi. Awalnya imigran Rohingya tersebut akan menuju Pulau Christmas, Australia.
Namun, nahas saat berada di Perairan Sukabumi perahu yang ditumpanginya kehabisan bahan bakar. Akibatnya, mereka terapung-apung di tengah lautan selama lima hari. Beruntung, ada nelayan lokal yang menyelamatkan mereka hingga ke daratan.
Seorang wanita yang ikut dalam rombongan imigran Rohingya, Utami Listiana (37 tahun) merupakan istri salah seorang imigran, yakni Muhammad Kafi (39 tahun). Sementara enam imigran Myanmar lainnya, yakni Soukaf Ali, Nur Alam, Rohmudin, Hobul Kamari, Said Husein, dan Samsul Alam.
Menurut Utami, ia bersama dengan warga Rohingya lainnya nekad ke Australia untuk mencari peruntungan di negara kanguru itu. Walaupun, diakuinya, dia bersama yang lain tidak memiliki dokumen keimigrasian. Di Myanmar, etnis Rohingya mendapatkan penindasan, sehingga mereka tidak ada pilihan selain menyelamatkan diri.
Utami yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah ini, bertemu dengan suaminya warga Rohingya ketika bekerja di Malaysia. Sebagian besar dari tujuh imigran Rohingya tersebut kebetulan pernah bekerja di Malaysia. Sehingga mereka memutuskan berangkat ke Australia melalui negara tersebut.
Imigran Rohingya lainnya, Soukaf Ali (34 tahun), mengatakan, selama terdampar di lautan ia hanya minum air saja. Pasalnya, makanan dan perbekalan sudah habis. Soukaf menerangkan, ia nekad berangkat ke Australia dengan perahu tradisional karena tidak bisa kembali ke tanah airnya.
Perahu tradisional yang ditumpanginya sempat transit di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jakarta, dan akhirnya ke perairan Sukabumi. Rentang waktu dari Malaysia hingga Sukabumi tidaklah singkat selama tiga bulan. ‘’Di Myanmar, shalat hari raya dan kurban tidak diperbolehkan,’’ ujar Soukaf. Akibatnya, kebebasan warga untuk menunaikan ibadah sesuai agama dan keyakinannya menjadi terhambat.
Di dalam tas yang mereka bawa terdapat sejumlah foto yang memperlihatkan adanya penindasan yang dilakukan terhadap mereka di Myanmar. Oleh karenanya, kata Soukaf, meskipun kali ini usahanya gagal, namun ia tetap nekad akan berupaya kembali menuju Australia.
Mereka diamankan oleh aparat kepolisian dan diserahkan ke Kantor Imigrasi. Yayan mengungkapkan, untuk sementara waktu para imigran Myanmar ini akan ditampung di Hotel Agusta, Jalan Cikukulu, Kabupaten Sukabumi. Rencananya, mereka akan segera ditempatkan ke rumah detensi imigrasi (Rudenim) Medan.