REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Sadar pernyataanya menuai banyak kecaman, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas langsung angkat bicara. Dirinya membantah membantah melepas hak pulang pengungsi dan menegaskan kalau pernyataan kontroversialnya Jumat kemarin sebagai "sikap pribadi".
"Saya tidak pernah dan tidak akan pernah melepaskan hak pulang," katanya kepada saluran satelit Mesir Al-Hayatt pada Sabtu (3/11) malam, menurut salinan disiarkan pada Ahad (4/11).
Dalam wawancara itu, Abbas berusaha menjelaskan pernyataannya dalam wawancara dengan televisi Saluran 2 Israel pada Jumat, saat ia tampak mengingkari hak pengungsi Palestina kembali ke rumah mereka, baik karena lari maupun dipaksa keluar selama perang pada 1948, yang menciptakan negara Israel.
Saat itu ia berkata kepada Saluran 2, "Saya ingin melihat Safed...Saya berhak melihatnya, tapi tidak untuk tinggal di sana," katanya. Safed merupakan kota tempat Abbas tumbuh, yang sekarang di Israel utara.
Pernyataan itu dipuji sebagai "berani" oleh Presiden Israel Shimon Peres. Namun di lain pihak memicu kemarahan di Jalur Gaza, tempat ribuan orang "tumpah" ke jalan dalam unjukrasa. "Berbicara tentang Safed adalah sikap pribadi dan tidak berarti melepaskan hak pulang," kata Abbas kepada Al-Hayatt.
"Tak seorang pun dapat melepaskan hak pulang, karena semua naskah antarbangsa dan keputusan negara Arab serta Islam mengacu pada penyelesaian adil dan setuju untuk masalah pengungsi, kata Resolusi 194 PBB, dengan istilah 'disepakati' berarti setuju dengan pihak Israel," katanya.
"Saya tidak mengubah sikap. Yang saya katakan kepada rakyat Palestina tidak berbeda dari yang saya katakan kepada orang Israel atau Amerika Serikat atau siapa pun," katanya. Masalah pengungsi akan diselesaikan dalam perundingan kedudukan akhir dengan Israel, katanya bersikeras.