REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Veteran Muslim Angkatan Udara AS menjadi korban terbaru dari daftar larangan terbang. Gara-gara itu, ia tidak dapat kembali ke AS untuk menengoki ibunya yang jatuh sakit.
Adalah Saadiq Long, 43 tahun, Muslim Afro-Amerika yang mengeluhkan kebijakan itu. "Saya tidak tahu bagaimana bisa pemerintah mengambil hak saya untuk bepergian tanpa memberitahu. Jika pemerintah AS ingin mempertanyakan, menangkap atau menuntut saya, mereka bisa mendapatkan saya dalam satu menit," ketus dia seperti dikutiup guardian.co.uk, Selasa (6/11).
Sebelumnya, Saadiq yang mengabdi selama satu dekade di militer AS ini membeli tiket pesawat menuju Oklahoma. Ini merupakan kunjungan pertama setelah ia menghabiskan waktu mengajar bahasa Inggris di Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Qatar.
Namun, ia dikejutkan dengan pemberitahuan perwakilan maskapai penerbangan bahwa ia tidak bisa masuk ke dalam pesawat. Saadiq tidak peduli dilakukan pemerintah namun ia lebih memikirkan ibunya. Tidak mungkin, ia memaksa ibunya untuk mengunjunginya.
"Beliau berjalan saja sulit. Jelas saya tidak bisa pergi dari Qatar. Tidak mungkin saya menggunakan perahu," kata dia. Pengacara Dewan Hubungan Amerika Islam (CAIR), Gadeir Abbas, yang menangani kasus Saadiq mengatakan kasus larangan terbang ini kian mengkhawatirkan. Setiap pekan, ada saja keluhan yang diajukan komunitas Muslim karena tidak bisa kembali ke negaranya.
"Ini mengindikasikan AS telah menciptakan sebuah sistem hukum rahasia, semua tanpa proses hukum," ucapnya. Kelompok kebebasan sipil, American Civil Liberties Union (ACLU), telah berjuang melawan prosedur diskriminatif tersebut.
"Ada ribuan orang dilarang karena terlalu bahaya untuk terbang dan berbahaya untuk ditangkap," ungkap ACLU